Menyadari potensi besar kerusakan organ tubuh oleh hipertensi yang tak terkendali dan tidak ditangani dengan tepat, Perhimpunan Dokter Hipertensi (PERHI) mengajak masyarakat untuk melakukan Pemeriksaan Tekanan Darah di Rumah (PTDR) secara rutin. PTDR dinilai memiliki peran penting dalam mendeteksi, mendiagnosis dan mengevaluasi terapi yang efektif serta bermanfaat memberikan gambaran variabilitas tekanan darah.
Adapun, perilisan metode yang merupakan bagian dari Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi oleh PERHI pada Annual Meeting ke-13 pada Februari tahun lalu ini, dilatarbelakangi oleh kurangnya kepedulian dan kesadaran masyarakat untuk mencegah sekaligus mengobati silent killer ini. Padahal, untuk mendiagnosis hipertensi, tidak hanya peran dokter yang penting. Alat pengukur dan pengukuran termasuk persiapannya pun penting.
Ketua Umum UnaSH atau PERHI, Tunggul D. Situmorang, mengatakan bahwa pada praktik diagnosis, tak jarang pasien yang didiagnosis hipertensinya merasa tidak yakin atas hasil pemeriksaan. “Terdapat kasus khusus, yaitu pada pasien yang didiagnosis hipertensinya ‘meragukan’, misalnya pre hypertension atau border-line hypertension, white-coat hypertension (tekanan darah tinggi bila diukur di klinik) atau masked hypertension (tekanan darah tinggi bila di luar klinik/ di rumah). Hal ini menurutnya, dapat menghambat proses pengobatan pasien tersebut, akhirnya pasien hipertensi tidak terobati secara optimal. Sebagaimana data penelitian PERHI tahun 2017 yang menunjukkan bahwa 63% pasien yang sedang diobati hipertensi tidak terkontrol.
Untuk itu, PTDR dianggap Tunggul dapat meningkatkan kepatuhan pasien, baik dalam pencegahan maupun pengobatan hipertensi.
Pasalnya, banyak penelitian menunjukkan bahwa PTDR mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan tekanan darah di klinik. Namun, pada praktiknya belum ada keseragaman terkait metode pengukuran maupun frekuensi pengukuran tekanan darah tersebut. Oleh karena itu, pihaknya saat ini meluncurkan buku PTDR untuk dijadikan sebagai panduan terkait diagnosis hipertensi, cara menggunakan PTDR untuk pasien, frekuensi pemantauan dan target pengendalian tekanan darah.
“Peluncuran buku ini dilakukan untuk mencapai hasil yang optimal dan maksimal terkait pengobatan hipertensi, sehingga pada fase dini dapat mencegah kerusakan organ, memperlambat terjadinya gagal organ yang sudah terkena dan menurunkan angka mortalitas,” jelasnya.
Baca juga: Waspadai Risiko Kecacatan Akibat Hipertensi
Senada dengan Tunggal, Ketua Panitia 14th Scientific Meeting of InaSH 2020, Ekawati Dani Yulianti, menyatakan bahwa penatalaksanaan hipertensi juga bertujuan untuk mendeteksi sedini mungkin, menatalaksananya dengan baik sesuai kondisi pengidap yang berbeda-beda, menatalaksana kondisi atau penyakit lain yang hadir, sehingga dapat mencegah komplikasi di kemudian hari.
Hypertension-mediated organ damaged (HMOD), menurut Ekawati, umumnya baru bermanifestasi klinis pada kasus hipertensi yang berat dan kronis. Meski begitu, hal ini juga dapat ditemukan pada kasus hipertensi yang lebih ringan dan tanpa gejala (asimptomatik). Menyadari hal tersebut, perkembangan teknologi kedokteran saat ini tengah difokuskan untuk meningkatkan ketajaman diagnosis HMOD terutama pada kasus-kasus asimptomatik. Mengingat, bahaya besar hipertensi yang berpotensi besar meningkatkan risiko penyakit jantung koroner sampai 2 kali, serta gagal jantung dan stroke sampai 3 kali.
“Risiko terjadinya penyakit serebrokardiovaskular akan meningkat seiring dengan terjadinya HMOD, dan akan semakin tinggi lagi bila terjadi kerusakan sekaligus di beberapa organ (multiple),” ungkapnya.
Menurut Ekawati, beberapa tipe HMOD dapat diatasi dengan terapi antihipertensi, terutama bila diberikan sejak dini. Terapi antihipertensi ini dapat memperlambat progresivitas HMOD serta menurunkan risiko terjadinya penyakit serebrokardiovaskular.
“Dengan manajemen hipertensi melalui pendekatan multifaktorial, target terapi bukan hanya mencapai tekanan darah yang tepat tetapi juga mencegah terjadinya HMOD yang pada akhirnya akan mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler secara keseluruhan,” jelasnya.
Untuk itu, menurutnya, penapisan dasar HMOD sangat disarankan untuk dilakukan oleh semua penderita hipertensi. Penapisan lanjutan akan dilakukan apabila ditemukan kelainan pada penapisan dasar dan untuk menentukan jenis terapi yang perlu dilakukan penderita. Adapun, penapisan dasar yang direkomendasikan ialah pemeriksaan EKG 12 sadapan untuk evaluasi HMOD jantung, albumin urin dan eGFR untuk evaluasi HMOD ginjal, uji fungsi kognitif untuk evaluasi HMOD otak dan funduskopi untuk evaluasi HMOD pada retina.
Sumber: InaSH