Film The King’s Man tahun ini memang sedikit berbeda dengan dua sekuel sebelumnya, jangan heran bila karakter serta tokohnya terasa asing. Karena, pertunjukan kali ini bukan kelanjutan dari kisah Golden Circle, melainkan hanya prekuel.
Artinya, semua adegan yang ada disini terjadi jauh sebelum the secret service di rilis di tahun 2005. Walau berbeda dengan sekuelnya, ruh dari The King’s Man sendiri masih terasa, jadi tidak perlu waktu lama untuk beradaptasi dari segi cerita secara keseluruhan.
Sayangnya, karya Matthew Vaughn ini kurang memiliki energi penuh, banyak poin penting luput jadi perhatian. Tetapi, bumbu tambahan juga terasa sehingga pertunjukannya saling melengkapi bagai yin dan yang.
Kurang menggigit
Secara keseluruhan plot twist yang dilakukan terkesan begitu memaksa. Ada yang mengatakan, penjahatnya sudah bisa ditebak sejak awal, tetapi beberapa mengaku sulit, walau sejak awal sudah mencurigai salah satunya, karena wajah villain di tampilkan di bagian akhir.
Di sinilah temuan bahwa, plot twist ini terkesan memaksa. Matthew Vaughn seakan lupa bahwa antagonis harusnya diberikan ruang lebih agar penonton tahu apa sebenarnya motif yang dilakukan.
Walaupun di beberapa adegan sudah dijelaskan, namun hal tersebut terasa begitu singkat dan tidak berbobot, karena villain-nya sendiri mempunyai berbagai trik yang cukup epik jika, mendapatkan waktu lebih. Pemaksaan untuk menghadirkan plot twist ini justru menjadi sebuah blunder.
Bukannya menarik, justru membuat penonton hanya berkata, “oh itu.” Sudah. Mereka tidak akan terpukau dan berkata, “wow” Hal ini yang menurunkan tensi walau ciri khasnya masih terlihat tetapi, tidak serta merta membuat penonton merasa takjub.
Tidak salah bila sampai saat ini persaingannya masih kalah dengan Spider-Man, yang atensinya masih luar biasa. Walau begitu, aspek drama yang coba dihadirkan ternyata menjadi modal penting mengapa penilaiannya menjadi 8.
Penuh emosi
Unsur drama dibangun dengan bagus, sejak awal pembukaan rasa empati dan simpati itu sudah muncul sehingga, tokoh Conrad bisa mendapatkan kebahagiaan tanpa sosok ibu. Hal itu berhasil mendulang tepuk tangan meriah.
Apalagi, Conrad bisa membuktikan diri siapa dirinya serta apa arti perjuangan untuk bangsa serta negaranya. Semangat itu tertular kepada penonton yang awalnya sempat merasa bingung dengan alur cerita yang disuguhkan, menjadi sedikit paham dan mampu mengikuti.
Walau masih kembali minus, namun lebih baik. Karena, dalam setiap percakapan penuh makna, mereka memberikan pendekatan secara emosional, sehingga penonton sendiri menjadi mengerti dan paham bagaimana ketakutan seorang orang tua kepada anak semata wayangnya.
Hanya saja, adegan tersebut terlalu cengeng, terkesan keluar dari jalur The Kingsman selama ini. Bahkan, ada satu titik jenuh sehingga, saat menontonnya seperti melihat telenovela atau bahkan sinetron.
Kurang esensi penggalian cerita
Salah satu poin terlemah dari pertunjukan ini adalah tidak adanya penggalian cerita lebih dalam, latar belakang dari perang dunia pertama memang oke. Hanya saja, pembuatannya terkesan terburu-buru. Seharusnya eksplorasinya lebih dari itu, bukan hanya momen pembuktian terhadap negara saja, melainkan sifat heroik yang membuatnya lebih dari sekedar pertempuran antara dua negara saja.
Terlebih penggambaran dari tokoh Rasputin yang mengadaptasi dari kisah nyata. Sayangnya, prosesnya tersebut kurang kreatif dan terkesan terburu-buru. Harusnya tokoh ini menjadi villain yang menarik untuk mendapatkan eksplorasi lebih.
Hanya saja, ketika esensi ini dilihat dari sudut pandang Kingsman itu sendiri, maka apa yang disajikan menjadi benar. Tetapi, kalau cara memandangnya adalah dari bangku penonton jawabannya cukup mengecewakan.
Walau punya beberapa poin yang membuat sedikit kekecewaan bagi para fans. Namun film ini tetap menjadi sebuah sajian menarik yang dapat dilihat serta dinikmati sambil menunggu sekuel ketiganya.
Film The King’s Man harus dikatakan sebagai pemaksaan pertunjukan tetapi, cukup sukses menggiring penonton, mengetahui alasan terbaik mengapa agen rahasia tersebut bertindak demikian, langkah tepat sebagai pondasi untuk sekuel ketiganya nanti, apakah sudah melihatnya? Bagaimana pendapat kamu?