Film Resident Evil: Welcome to Raccoon City menjadi sajian berikutnya yang dipersembahkan oleh Sony Picture. Sekali lagi, rumah produksi satu ini, seperti kehilangan arah atau sulit menyampaikan apa maksud dan tujuannya dalam menyuguhkan sebuah pertunjukkan.
Sebelumnya, ada Venom: Let There Be Carnage yang mengecewakan tetapi, masih mendapat atensi cukup bagus. Selanjutnya, kembali di lakukan di Resident Evil, di mana Johannes Roberts selaku sutradara, tampaknya ada sedikit kebingungan, mau di bawa kemana dan berakhir di mana.
Harus diakui sebenarnya, apa yang ditampilkan merupakan adaptasi dari video game. Memang, jika sumber aslinya dari permainan, maka menyajikan ke live action harus memukau dan mewah, sayang sang sutradara masih terlihat kesulitan untuk melakukannya.
Sehingga, suguhan adaptasinya memiliki tempo lambat hanya untuk menceritakan dua sosok agar lebih jelas. Sebenarnya, hal itu tidak perlu, cukup footage singkat saja, justru lebih mengena dan sangat menyenangkan.
Film Resident Evil kehabisan waktu
Sebuah pertunjukan dikatakan bagus dan sempurna bukan karena artis atau teknologi melainkan ceritanya. Satu karakter dengan yang lain seperti dibuat secara dadakan dan terburu-buru.
Sehingga, pengembangannya tidak ada, bermaksud menyampaikan isi dan pesannya secara perlahan, justru menjadi blunder yang harus dibayar mahal. Membuat kebosanan melanda, seperti bukan melihat produk Hollywood yang terbiasa dengan kelasnya.
Jika terjadi sebuah perkembangan itu seperti menggunakan mesin waktu, jadi tidak diperlihatkan sedikit prosesnya seperti apa dan bagaimana hasilnya. Bisa dikatakan hal ini sangat mengecewakan terutama bagi para gamer.
Memiliki set yang bagus
Walau kecewa dengan hasilnya, tetapi masih ada sisi positif yang sudah dibangun oleh Johannes Roberts. Penampakan Raccoon City yang begitu menyeramkan dan menakutkan membuat aura horor di sini sangat terasa.
Coba saja lihat bagaimana penampakan dari Raccoon City, terlihat begitu gelap dan mencekam. Tidak perlu ada percakapan yang menjelaskan bagaimana angker kota ini saja, penonton sudah paham, bahwa apa yang akan dihadapi disini lebih dari sekedar hantu atau zombie.
Melainkan rasa takut terhadap diri sendiri, ketakutan yang ditimbulkan pada dasarnya alami karena, set yang diterapkan untuk Racoon City memang bagus, kegelapan yang dihadirkan terasa natural, sehingga pembangunan rasa takut begitu baik.
Melihatnya seperti nyata, dan berpikir bagaimana tiba-tiba penampakan tersebut juga muncul disini. Penambahan CGI membuat karakter zombie di sini benar adanya dan sedikit menakutkan.
Terlalu pincang dengan kenyataan
Untuk sebuah horror action, harus diakui Johannes Roberts adalah salah satu yang terbaik, kecerdikannya memanfaatkan sudut ruang yang belum pernah digunakan merupakan sebuah keberanian yang cukup berhasil.
Tetapi, semua itu terlalu pincang ketika melihat kenyataan bagaimana cerita ini dibuat. Banyak keganjilan tidak masuk akal terjadi. Tidak telitinya cerita tersebut membuat beberapa orang menilainya dengan angka 4 sampai 5, bahkan mengaku kecewa. Memang tidak salah, timpangnya cerita justru terjadi di pertengahan. Ketika mood sedang kurang baik karena suguhan di awal langsung dijatuhkan seketika.
Apakah Resident Evil: Welcome to Raccoon City bisa dikatakan buruk? Jawabannya adalah tidak, karena secara keseluruhan mereka sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Sayangnya, detail kecil tetapi sangat penting luput dari perhatian, sehingga banyak yang menilai buruk.
Bagi kamu yang ragu ingin melihatnya karena, sudah mendengarkan beberapa review lainnya mengenai pertunjukan ini. Sebaiknya, setting dulu seperti apa keinginan kamu dari awal, jika hanya sekedar hiburan dan merasakan pengalaman Horror sesungguhnya, pertunjukannya ini adalah tempatnya.
Tetapi, bila ingin melihat secara keseluruhan, kompleks dan kualitas yang bagus. Maka, disarankan untuk mengurungkan niat, agar nantinya tidak akan kecewa dan lebih baik keluar teater sebelum semuanya menjadi kacau.