Berdasarkan data WHO, jumlah penderita Herpes Genital yang telah mencapai 417 juta orang di dunia, tapi kesadaran masyarakat mengenai penyakit ini masih kurang, khususnya di Indonesia. Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Pramudia pun menyelenggarakan Seminar Media mengenai seputar Herpes Genital. Melalui pengenalan secara mendalam, acara yang diselenggarakan pada 16 Mei 2019 di Jakarta ini bertujuan untuk memberikan kesadaran dini pada masyarakat terkait Herpes Genital, serta mewaspadai penularannya.
Herpes Genital, diidentifikasi sebagai salah satu penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS). Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, Dr. Wresti Indriatmi, menjelaskan bahwa penyakit ini diakibatkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) tipe 1 dan 2.
“Biasanya tipe 1 ditularkan melalui oral ke oral, sedangkan tipe 2 melalui aktivitas seksual. Namun, dengan semakin berkembangnya bentuk aktivitas seksual, terkadang ditemukan HSV tipe 1 di area genital,” jelasnya.
Penyakit ini bekerja pada beberapa tahap, dimulai dari lesi inisial primer atau saat pertama kali seseorang terkena Herpes Genital.
Di tahap ini tubuhnya akan langsung menunjukkan gejala-gejala, seperti sariawan, sakit, dan dapat bernanah pada bagian genital. Kemudian dilanjutkan pada lesi inisial non-primer, ketika virus pertama kali masuk, tubuh telah lebih dahulu membentuk antibodi sehingga virus tidak langsung terlihat atau menunjukkan gejala. Berikutnya, pada episode kambuhan, yakni pada saat virus telah berada di dalam tubuh dan menunjukkan gejalanya saat antibodi menurun.
Berdasarkan data dari RSCM, penderita Herpes Genital termuda yang tercatat berusia 16 tahun, sedangkan yang tertua berusia 64 tahun. Adapun persentase jumlah pasien penyakit ini bertambah setiap tahunnya, di mana pada 2016, terdapat 2,95 persen pasien terdiri dari 4 pria dan 8 orang wanita; pada tahun 2017 meningkat menjadi 3,37 persen yang terdiri dari 6 pria dan 6 wanita. Kemudian, pada tahun 2018, meningkat tipis menjadi 3,77 persen yang terdiri dari 7 pria dan 8 wanita.
“Dari jumlah ini, 60 persen diantaranya adalah kasus herpes atypic atau tidak menunjukkan gejala khas dan untuk mendeteksinya dibutuhkan pemeriksaan lab HSV dan PCR. Sedangkan 20 persen asymptomatic atau yang tidak langsung menunjukkan gejala dan 20 persen typical atau yang sudah parah,” jelas dr. Westi lebih lanjut.
dr. Wresti menyatakan bahwa seseorang yang telah terkena virus Herpes tidak akan dapat disembuhkan secara permanen. Virus akan menetap di dalam tubuh dan mengingat sifatnya yang periodik, penyakit ini akan kambuh saat daya tahan tubuh orang terkait menurun. Obat-obatan yang ada pun diakuinya hanya bisa mengurangi kekambuhan penyakit ini. Meski begitu, Wresti mengungkapkan bahwa Herpes Genital bukanlah penyakit yang berbahaya hingga menyebabkan kematian pada pasien dewasa. Akan tetapi, penyakit ini akan sangat berbahaya untuk bayi yang ada dalam kandungan ibu hamil yang baru saja terkena virus HSV.
Di samping menyerang tubuh, menurut dr. Wresti, Herpes Genital juga menyerang psikis penderita.
Rasa malu dan tidak percaya diri bisa timbul, hingga mempengaruhi hubungan antar pasangan. Untuk menghindari berbagai dampak tersebut, Wresti menyarankan masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan virus herpes mengenai tubuhnya.
“Pencegahan bisa dilakukan misalnya dengan tidak berganti-ganti pasangan saat melakukan hubungan seksual, selalu menjaga kebersihan terutama pada area genital. Dan yang terpenting jika sudah menemukan gejala herpes seperti sariawan di area genital, segera konsultasikan ke dokter untuk diobati. Hal ini dilakukan guna mencegah terjadinya penularan, mengingat masyarakat sering tidak sadar bahwa mereka sudah terkena virus herpes,” jelasnya.
Senada dengan dr. Wresti, CEO Klinik Pramudia, dr. Anthony Handoko, untuk mendiagnosis seseorang terkena Herpes Genital atau tidak, ia perlu melalui penilaian secara klinis oleh dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium untuk mengonfirmasi diagnosis penyakit.
“Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan ialah pemeriksaan antibodi HSV1: Ig M dan IG G, pemeriksaan antibodi HSV2: IgM dan IgG, PCR serta Kultur sel. Di Indonesia, secara umum pemeriksaan lazim yang dapat dilakukan secara rutin ialah pemeriksaan antibody HSV, namun, biaya pemeriksaan ini cukup mahal,” ungkap Anthony.
Hasil diagnosis tersebut akan menentukan tahap pengobatan apa yang tepat untuk penderita. Berdasarkan Guidelines Centers od Disease Control dan Prevention/CDC tahun 2015, Anthony mengatakan, pengobatan atas penyakit ini dibagi ke dalam beberapa kategori yang didasarkan pada waktu timbulnya penyakit, penderita HIV, ibu hamil serta bayi, dan terapi supresi untuk penderita HSV yang sering kambuh. Sementara, obat-obatan yang sering kali digunakan ialah Acyclovir, Valcyclovir, dan Famcyclovir.
Mengingat sifatnya yang permanen atau tidak dapat disembuhkan, penularan, dan biaya pengobatannya yang tidak sedikit, Anthony dan Klinik Pramudia menghimbau masyarakat untuk ‘tanggap’ terhadap Herpes Genital.
“Caranya dengan peduli dan mencari informasi yang benar tentang penyakit ini serta melakukan pencegahan dengan konsep ABC. Yakni Abstinance: Tidak melakukan kontak seksual selain dengan pasangan. Be Faithful: hubungan monogami. Dan Condom: selalu digunakan saat melakukan hubunga seksual. Masyarakat dianjurkan untuk mengenali gejalanya, segera konsultasi ke Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin untuk memperoleh diagnose dan pengobatan yang benar dan tepat serta patuh terhadap anjuran pengobatan,” ucapnya.
Foto: dok. Klinik Pramudia