Akhir tahun 2020 semakin dekat, dan pandemi Covid-19 tampaknya tidak menandakan penurunan. Bahkan, kasus yang semakin meningkat kemudian mendorong beberapa negara melakukan lockdown gelombang 2. Namun, tidak dengan Islandia. Negara yang satu ini justru membuka pintunya untuk warga negara asing untuk datang ke sana.
Hal ini dibuktikan melalui perubahan program visa kerja jarak jauh miliknya pada awal bulan ini untuk warga negara di luar wilayah Schengen Eropa. Program ini memperbolehkan warga negara asing untuk tinggal di Land of Fire and Ice selama enam bulan tanpa gangguan. Hanya ada dua syarat yang perlu dipenuhi pendatang untuk bisa menjalani program ini. Yaitu memiliki pekerjaan di negara lain dan memiliki penghasilan sebanyak hampir mendekati enam digit.
Anggota pro-direct-democracy Iceland Pirate Party sekaligus mantan anggota parlemen, Asta Gudrun Helgadottir, berpendapat, langkah ini merupakan salah satu strategi untuk mengatasi krisis ekonomi yang dialami Islandia. Dengan cara menarik para professional berpenghasilan tinggi untuk membelanjakan uang mereka di Islandia, bukan di negaranya. Secara langsung hal ini akan membantu perekonomian Islandia selama pandemi berlangsung.
Tamu yang menginap pun diharapkan bukan sekedar turis, melainkan pelancong yang akan tinggal dalam jangka waktu panjang dan berdompet tebal. Tujuannya pun dapat berbagai macam, bisa bekerja hingga liburan.
Pada praktiknya, strategi ini ternyata bukan pertama kali dilakukan oleh Islandia. Sebelumnya strategi ini diadopsi juga di Bermuda, Barbados, the Cayman Islands, dan Estonia. Namun, bedanya dengan beberapa negara tersebut, Islandia melakukan penawaran unik yang hanya melayani orang-orang kaya. Bermuda, misalnya, kehidupan karantinamu bisa ditukar dengan petualangan sementara di pulau tersebut hanya dengan mengeluarkan $263 atau setara dengan Rp3,7 juta. Sedangkan, di Islandia, kamu membutuhkan bukti gaji bulanan 1 juta krona Islandia ($7.360 atau setara dengan Rp104 juta) atau sekitar $88.000 setahu. Pelamar juga harus memenuhi persyaratan asuransi kesehatan tambahan.
Strategi perbaikan ekonomi yang berfokus pariwisata ini dilatarbelakangi oleh kesuksesan Islandia pada sektor pariwisata yang pada data tahun 2018, melebihi jumlah penduduk lokal dengan perbandingan tujuh banding 1.
Namun, lockdown yang disebabkan pandemi Covid-19 kemudian membuat pergeseran ekstrem melalui penurunan pengunjung sebanyak 79%. Akibatnya, tidak hanya sektor pariwisata secara makro, tetapi juga banyak bisnis lokal mengalami kehancuran.
Baca juga: Sebuah Kota di Islandia Menerapkan Zebra Cross 3D untuk Memperlambat Laju Kendaraan
Tidak sekedar menaikkan harga, pihak Islandia juga menawarkan area pariwisata yang telah ditingkatkan. Salah satunya diakui Direktur Taman Nasional Thingvellir, Einar Saemundsen, yang menyadari bahwa alam tengah memperbaiki diri selama masa sepi pengunjung. Lumut halus tumbuh mencerahkan bidang lava hitam, celah glasial membersihkan diri dengan infus segar icy runoff. Bersamaan dengan terus melestarikannya, Saemundsen membuat strategi untuk membuat alam dinikmati kembali tanpa merusaknya. Dalam hal ini, ia mengurangi kepadatan pengunjung dengan meniadakan penghitungan tiket secara paket per bus. Perhitungan diganti dengan biaya masuk per orang. Selain emberikan kepuasan yang maksimal bagi pengunjung, langkah ini juga termasuk ke dalam protokol kesehatan dan dapat menjaga kelestarian alam.
Islandia juga tengah mengupayakan proyek pembangunan hotel di area yang tidak ramai untuk mendukung program ini.
Didorong dari keberhasilan dua penginapan mewah Islandia, yakni properti heli-skiing yang dikelola oleh the Eleven Experiences dan properti yang berfokus pada kesehatan di Blue Lagoon. Pada tahun 2020, Islandia juga menghadirkan Buubble Hotel dengan 18 bangunan mirip kubah yang tersebar di lokasi terpencil dan rahasia di seluruh negeri.
Selanjutnya, resor dari Six Senses akan ikut meramaikan pariwisata unik yang ditawarkan Islandia. Dikelilingi oleh pegunungan dan air terjun di pantai tenggara, resor ini juga menawarkan keindahan Lembah Ossura yang masih jarang dijelajahi di negara Viking tersebut. Ditambah dengan 70 kamar dan sejumlah pondok pribadi di wilayah dengan carbon neutral, CEO Six Senses, Neil Jacobs, menyatakan, hal ini hanya akan menjadi realistis jika bertransaksi dengan high-end travelers, home buyers, dan longer-staying guests.
Di luar hal tersebut, meski pihak pemerintah yang menangani visa belum memberikan komentar atas tujuan dari program baru ini, warga Islandia meyakini bahwa tujuan program ini adalah untuk mendorong investasi tanpa kerumunan dan tidak membebani sistem kesehatan nasional. Walaupun, bagi beberapa pihak, strategi ini dinilai menunjukkan karakter Islandia yang berbeda dari sebelumnya, di mana, sangat bangga dengan gagasan sosialis dan homogenitasnya.
Sumber: Bloomberg