OUR NETWORK

Penelitian Ungkap Vaksin Dapat Menurunkan Risiko Serangan Jantung Dan Stroke Pasca-COVID

Meskipun COVID-19 dapat berbahaya bagi siapa saja, virus SARS-CoV-2 sangat berbahaya bagi lansia dan kalangan yang memiliki masalah kesehatan sebelumnya, termasuk penyakit kardiovaskular. 

Menurut National Institute on Aging, individu yang berusia di atas 65 tahun lebih rentan terkena serangan jantung atau stroke. Timbunan lemak dapat menumpuk di dinding arteri seiring bertambahnya usia, menghalangi aliran darah ke seluruh tubuh dan meningkatkan risiko penyakit jantung dan serangan jantung.

Selama stroke, sel-sel otak kekurangan oksigen dan kematian sel terjadi karena adanya perubahan aliran darah ke otak. Stroke iskemik terjadi ketika darah tidak dapat mengalir ke seluruh otak karena gumpalan darah. Darah juga bisa bocor ke dalam dan sekitar otak karena pecahnya pembuluh darah selama stroke hemoragik.

Beberapa orang yang pernah menderita COVID-19 dapat mengalami masalah dengan kesehatan jantungnya saat pulih dari virus. Misalnya, peradangan akibat virus dapat berdampak buruk pada kesehatan jantung dengan menghilangkan oksigen jantung, seperti yang dijelaskan oleh Wendy Post, M.D. dan Nisha Gilotra, M.D., dua ahli jantung di Johns Hopkins Medicine. 

Selain itu, beberapa penelitian mengamati peningkatan risiko stroke setelah infeksi SARS-CoV-2. 

Ladies mungkin bertanya-tanya apakah menerima vaksin mengurangi risiko terkena serangan jantung atau stroke setelah infeksi?

Untung saja sebuah penelitian baru memberikan beberapa wawasan tentang pertanyaan ini.

Apakah vaksin COVID turunkan risiko serangan jantung dan stroke?

Dalam studi terbaru yang diterbitkan dalam Journal of American College of Cardiology, para peneliti ingin lebih memahami hubungan antara menerima vaksin COVID-19 dan prevalensi major adverse cardiac events (MACEs) atau kejadian jantung yang merugikan, seperti penyakit jantung iskemik dan stroke. 

Studi tersebut menganalisis data dari National COVID Cohort Collaborative (N3C) dan melibatkan 1.934.294 pasien berusia antara 18 dan 90 tahun. Pasien yang termasuk dalam penelitian tersebut telah tertular virus SARS-CoV-2 antara 1 Maret 2020 dan 1 Februari 2022. 

Mereka telah divaksinasi penuh, divaksinasi sebagian, atau tidak divaksinasi sama sekali, dan dievaluasi 180 hari setelah infeksi awal.

Baca juga: Cegah Stroke, Pantau Tekanan Darah di Pagi dan Malam Hari

Kasus MACE diamati pada 12.733 pasien yang tidak divaksinasi, 160 pasien yang divaksinasi sebagian, dan 1.055 pasien yang divaksinasi penuh. Pasien yang divaksinasi penuh memiliki 59% penurunan risiko mengalami MACEs setelah infeksi dibandingkan mereka yang tidak divaksinasi, menurut siaran pers pada penelitian tersebut. 

Setelah infeksi, pasien yang divaksinasi sebagian juga tampaknya mengalami penurunan risiko MACE.

“[Kami] menemukan bahwa, terutama di antara mereka yang memiliki komorbiditas, seperti MACE sebelumnya, diabetes tipe 2, kolesterol tinggi, penyakit hati, dan obesitas, terdapat hubungan dengan risiko komplikasi yang lebih rendah,” penulis senior studi tersebut, Girish N. Nadkarni, M.D., melaporkan dalam siaran persnya. Namun, dia menunjukkan bahwa hubungan sebab akibat tidak dapat ditarik dari temuan penelitian tersebut.

Nah, sekarang pertanyaannya adalah, sudahkah kamu melakukan booster vaksin COVID, Ladies?

 

Sumber: healthdigest.com

Must Read

Related Articles