Film Cinta Bete akhirnya rilis di Bioskop, sayangnya jatah layar yang diberikan tidak terlalu banyak karena, harus berbagi dan bersaing dengan film tanah air dan box office lainnya lainnya seperti, Losmen Bu Broto, Venom Let There Be Carnage, dan Eternals.
Walaupun jumlahnya hanya sedikit, namun pertunjukan arahan dari sutradara Roy Lolang ini mampu menyita perhatian. Karena, pengemasannya begitu pintar dan mudah untuk diikuti. Hal inilah yang melatar belakangi mengapa kamu harus menontonnya.
Film yang awalnya berjudul Separuh Purnama ini menghadirkan cara yang berbeda dalam menyampaikan konflik serta langkah mereka untuk menyelesaikannya. Hal inilah yang tidak semua sutradara bisa melakukannya.
Riset yang sangat matang
Salah satu faktor utama mengapa sebuah film itu bisa dikatakan berkualitas dan sukses atau tidak biasanya datang dari dua hal. Pertama karena ceritanya, kedua pola marketing yang dilakukan berjalan sempurna.
Pada dasarnya, cerita yang disuguhkan memang luar biasa. Hal ini tidak lepas dari riset panjang yang dilakukan oleh jajaran penulis skenarionya yang berani melakukan penelitian terlebih dulu.
Mereka adalah Tittien Wattimena, Leni Lolang, dan Lina Nurmalina. Ketiganya berhasil mengunggah kisah nyata di kawasan Atambua tersebut menjadi sesuatu yang menarik untuk disimak dan dilihat.
Potret kehidupan dikemas secara nyata, natural, tidak berlebihan demi memenuhi tuntutan aspek dramanya. Walau begitu, Film Cinta Bete ini sukses menghadirkan rasa empati para penontonnya ketika, melihat anak mudanya berjuang untuk kehidupan bahagiannya.
Sedikit berisiko tetapi berhasil menyuguhkannya.
Harus diakui bahwa, tema yang diambil dari Film ini memang sedikit berisiko. Karena, latar belakangnya adalah kehidupan kristiani, tetapi tidak terasa seperti pertunjukan religi. Semua disampaikan secara umum sehingga, siapa saja mudah dalam memahami.
Melihat bukan lagi dalam sudut pandang agama, melainkan budaya disana memang seperti itu. Perlu diketahui Indonesia adalah negara beragam, ketika seseorang memutuskan mengambil keberagaman ini.
Potensi untuk menyakiti salah satu ras atau agama akan terjadi. Tetapi, semua itu berhasil dihilangkan, penekanan ego cukup baik sehingga, terlihat hasilnya begitu menawan. Sungguh, rangkaian cerita yang sulit untuk diulangi mungkin.
Film Cinta Bete memang hebat
Roy Lolang memang piawai dalam menghadirkan berbagai shot yang membuat penonton merasa iba, marah, kesal, senang. Pengalaman tersebut bisa dirasakan sepanjang film, kehebatannya masih ditambah dengan dua pemain utamanya.
Hana Malasan dan Marthine Lio memberikan kekuatan penuh disini. Mereka memerankan karakter dengan sangat bagus, tidak kalah menawannya acting dari pemain watak veteran Djenar Maesa Ayu dimana perannya sebagai Mama Clara memang mencuri perhatian.
Hadirnya Djenar menambah kesan romansanya begitu kuat. Inilah kehebatan film Cinta Bete. Bukan hanya eksplore keindahan dari Atambua saja, kisahnya juga diangkat sehingga menjadi sesuatu yang cukup menyenangkan.
Terlebih saat jajaran crew memutuskan untuk mengakhirinya dengan sesuatu sederhana, tidak membuat penonton harus standing applause. Tetapi, bisa membuat keseluruhannya terasa sempurna dan berdecak kagum.
Dengan 10 nominasi di FFI, rasanya sudah menggambarkan bagaimana sebenarnya kehebatan dari pertunjukkan ini. Hanya saja kekurangannya adalah apa yang ditampilkan sebenarnya bisa lebih dari itu.
Terkesan sedikit nanggung dan ragu-ragu,tidak heran bila hasil akhirnya mereka hanya menjadi nominasi saja. Untuk hiburan dikala senggang dan weekend, rasanya Cinta Bete adalah sajian yang wajib untuk ditonton.
Walaupun keinginan untuk melihat Venom dan Eternals lebih tinggi. Namun percayalah keindahan Atambua, konflik, dan kehidupan masyarakatnya sangat menarik untuk disimak, film Cinta Bete berani menyuguhkan warna baru bagi perfilman tanah air, bagaimana sudah siap untuk menonton bersama keluarga di bioskop kesayangan kamu?