OUR NETWORK

Cara Mengetahui dan Menghindari Dampak Buruk FOMO

Coba Ladies ingat-ingat deh kapan terakhir kalinya Ladies makan bersama keluarga atau teman tanpa terganggu oleh kehadiran notifikasi handphone, atau anggota keluarga atau teman yang memainkan handphone saat makan. Beberapa tahun ke belakang, menggunakan handphone di maja makan saat makan bersama dapat dianggap tidak sopan. Namun saat ini, praktik tersebut sudah mulai dianggap lazim dan sering dilakukan. Perubahan drastis ini merupakan indikasi dari penyakit mental FOMO atau fear of missing out.

Baca juga: 5 Hal Ini Bikin Persahabatan Kamu Langgeng Sampai Tua

Apa itu FOMO?

FOMO adalah kecemasan akan ditinggalkan oleh teman, kolega, dan keluarga. Ditinggalkan dalam hal apa? Dalam segalanya, dari mulai hal yang bersifat personal, sosial, hingga profesional. FOMO biasanya dipicu oleh sosial media yang kerap membombardir kita dengan segala berita, informasi, hingga event yang dihadiri oleh kenalan kita. Aplikasi yang sangat adiktif, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram kerap kali menawarkan “alternatif yang lebih baik” daripada kehidupan kita di dunia nyata. Alhasil, Ladies akan merasa tidak puas dengan kondisi ataupun pilihan yang Ladies buat. Penelitian menunjukkan bahwa FOMO dapat mengurangi kualitas kehidupan seseorang, meningkatkan kecemasan secara dramatis, dan memengaruhi kepuasan hidup secara keseluruhan.

Sejarah

Sesungguhnya FOMO bukanlah fenomena baru. Namun FOMO di abad 21 ini berkutat dalam kecemasan personal, seringkali sepele atau bahkan berupa khayalan. Sementara itu, FOMO masa lampau berakar pada kelangsungan hidup spesies.

Pada zaman prasejarah, “being in the know” bukanlah mengenai menghadiri event keren dan ngehits, melainkan syarat untuk bertahan hidup. Orang-orang yang paling memperhatikan peristiwa di sekitar mereka adalah orang-orang yang tahu tentang ancaman paling mendesak, lokasi sumber makanan terbaik, dan tempat teraman untuk beristirahat dan berteduh. Pengetahuan ini bukan saja membuat mereka lebih mungkin untuk bertahan hidup, tetapi juga mampu membantu orang lain bertahan hidup.

Meskipun secara garis besar terkesan negatif, para peneliti menemukan bahwa FOMO sebetulnya sangat terkait dengan kepekaan yang lebih besar terhadap pengalaman inklusif sosial. Hal ini membuat orang-orang mencari peluang untuk berinteraksi dengan orang lain.

Dalam hal bertahan hidup, dorongan untuk bersosialisasi ini akan sangat penting. Kepedulian terhadap hal yang orang lain lakukan akan membuat individu saling terhubung. Selanjutnya, individu akan memiliki akses yang lebih besar kepada mitra potensial, dan lebih banyak bantuan dalam membesarkan keturnan.

Memicu perkembangan dan kemajuan dengan FOMO

Saat peradaban manusia semakin maju, hasrat terhubung secara sosial yang didorong oleh FOMO akan membantu pembentukan teknologi. Ketakutan akan ketinggalan berita, peristiwa, dan perkembangan kehidupan orang-orang tercinta membantu memacu perkembangan teknologi komunikasi, dari sistem pos ke web. Yup, FOMO membantu para insinyur untuk menciptakan sistem yang lebih kompleks agar manusia dapat lebih cepat update dan saling terhubung. Namun efek negatifnya, alih-alih meredakan, media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram justru semakin memperparah ketakutan tersebut.

Jadi, kapankah FOMO menjadi buruk?

Seperti hal lainnya, segala sesuatu yang berlebihan pasti buruk untuk kita. FOMO yang berlebihan dan tidak terkendali dapat melumpuhkan kemampuan Ladies untuk menikmati apapun. Penelitian menunjukkan bahwa FOMO membuat orang-orang merasa kurang kompeten, tidak puas diri, ditinggalkan, tidak aman, serta rentan. Hal ini selanjutnya memicu preasaan cemburu dan kebencian terhadap orang lain yang tampaknya hidup lebih baik.

Salah siapa?

Masih belum jelas apakah sosial media memperparah FOMO, ataukah obsesi terhadap media sosial hanyalah gejala FOMO. Namun penelitian membuktikan bahwa beberapa orang lebih rentan daripada orang lain. Orang-orang yang kebutuhan emosional kepemilikan dan keamanan dasarnya tidak terpenuhi adalah orang yang paling rentan, selain itu, mereka pun memiliki pengalaman paling buruk dengan media sosial. Di sisi lain, orang yang secara emosional termasuk aman ternyata menggunakan media sosial lebih sedikit, dan memiliki pengalaman lebih positif. Salah satu gejala paling menyedihkan dari FOMO yang didorong oleh media sosial adalah kita tidak bisa bersantai meskipun sedang melakukan hal yang menyenangkan. Duh…

Bagaimana cara kita mengatasi FOMO?

Takut akan kehilangan adalah emosi yang sangat alamiah sehingga membantu kita terhubung dengan orang lain. FOMO sesungguhnya dapat membantu kita untuk melepaskan diri dan berinteraksi dengan orang-orang, seperti berdiskusi, atau melakukan kegiatan sosial lainnya. Jadi sesungguhnya FOMO ini sangat bisa memberikan efek positif asalkan Ladies tahu cara memanfaatkannya. Bagaimana caranya? Yuk simak ulasannya di bawah ini.

  • Biarkan FOMO memotivasimu untuk membuat rencana bertemu teman atau menghadiri sebuah acara. Namun begitu Ladies tiba di tempat tempat atau acara tersebut, matikan ponsel sehingga Ladies tidak tergoda untuk memainkannya.
  • Jadwalkan waktu bermain sosial media sehingga Ladies memiliki batasan yang jelas.
  • Rencanakan kegiatan yang memungkinkan Ladies untuk sibuk dan merasa tertantang selama beberapa jam. Memiliki tantangan dan kesibukan dapat mengalihkan perhatian sekaligus memuaskan diri.
  • Atur ponsel dalam mode senyap sehingga Ladies tidak akan terdistraksi oleh notifikasi atau telepon.
  • Terima bahwa Ladies tidak selalu bisa berada di manapun dan kapanpun. Pilihlah aktivitas yang paling menarik dan sreg di hati Ladies. Jika perlu, buat daftar alasan dan kelebihan even yang Ladies pilih agar semakin yakin.
  • Alihkan perhatian Ladies dari ponsel dengan menyimpan buku, merencanakan kegiatan kecil, atau benar-benar menjauh dari ponsel selama beberapa waktu.

Baca juga: Snapchat dan Instagram Dinilai Buruk untuk Kesehatan Mental Anak dan Remaja

Walaupun takut ketinggalan segala kegiatan atau event yang mungkin dihadiri oleh teman kita, Ladies harus tahu mana yang harus didahului dan diprioritaskan. Masa hanya karena ingin tetap gaul, harus mengorbankan tanggung jawab dan waktu bersama keluarga? Seperti yang sudah disebut di atas, Ladies tidak selalu bisa berada di manapun dan kapanpun, apalagi di dua tempat yang berbeda. Jadi, kalau sudah memilih untuk berada di suatu tempat, just be present! 🙂

 

Sumber: brainfodder, Foto cover: thespruce.com

Must Read

Related Articles