Tanggal 2 Maret kemarin, lanjutan dari seri kisah kehidupan Wolverine yang bertajuk “Logan” sudah dapat dinikmati di bioskop-bioskop tanah air. Karakter Wolverine yang sebelumnya sudah dikenal khalayak melalui series X-Men, dan beberapa film solonya membuat film “Logan” ini meraih antusiasme cukup tinggi. Apalagi disebut-sebut bahwa “Logan” merupakan seri film perpisahan Hugh Jackman dengan karakter yang sudah diperankannya sejak tahun 2000 tersebut.
Namun ada hal yang cukup berbeda dari “Logan” dengan film-film X-Men sebelumnya.
Film yang mendapatkan sambutan baik dari para kritikus ini, terbukti dengan rating 93% dari situs Rotten Tomatoes, ditujukan bagi penonton berusia 21 tahun ke atas. Bukan tanpa sebab, film ini memang dipenuhi dengan adegan kekerasan yang brutal dan berdarah-darah, yang sangat tidak cocok ditonton untuk anak kecil.
Sayangnya masih banyak orang dewasa yang mengajak entah itu anaknya, atau adiknya yang masih di bawah umur untuk menonton film ini. Terang saja anak-anak tersebut akan histeris dan ketakutan. Kasus ini ditemukan dari keterangan beberapa pemilik akun Twitter seperti yang diinfokan oleh akun pemerhati film @CenayangFilm di bawah ini.
Nonton Logan jam 20.15 di Palembang. Sebelahnya anak kecil. logan nancepin kuku nya di kepala orang, anak kecil nya ketakutan @CenayangFilm
— Dian Wahyu Purnomo (@dianwhyprnm) March 2, 2017
Lapor mbh @CenayangFilm abis nonton logan, bnyak tangisan anak kecil pas adegan sadis jadi supaya gk nangis anaknya dibiarin lari larian 🙁
— Taufiq (@achmead_taufiq) March 2, 2017
Kejadian tersebut sering terjadi. Tidak hanya pada saat pemutaran film “Logan”, pada saat pemutaran film “John Wick 2” pun ada penonton yang membawa anaknya yang masih kecil. Reaksi si anak? Tentu saja menangis karena tidak kuat menonton dan mendengar adegan kekerasan. Atau pada saat pemutaran film “Jakarta Undercover” yang penuh dengan adegan sensual.
@CenayangFilm Pas nonton John Wick 2 tempo hari juga ada anak kecil diajakin. Jam show malam. Anaknya nangis. Ditereakin se-studio.
— iCak (@mericahitam) March 1, 2017
@FazaMeonk Kemarin juga ada orangtua ngajak anaknya umur 6th nonton jkt undercover. Tiap scene sensual anaknya bilang “dah boleh buka mata?”
— Efan Ferdianto (@efanferd) March 1, 2017
Namun kesalahan tersebut tidak sepenuhnya bisa dilimpahkan kepada penonton.
Pihak bioskop semestinya melakukan berbagai tindakan untuk mencegah penonton memilih film tidak sesuai dengan usianya. Bisa dengan meminta KTP saat membeli tiket, atau mencegah masuk penonton yang terlihat tidak sesuai dengan usianya.
yak, masih ada bapak-ibu yang bawa anak kecil pas nonton Logan nih. apa krn ga ada poster rated-R di bioskop? @CenayangFilm @ScreenSaversID
— Sodik Wuryanto (@sodikkidos) March 2, 2017
Mengapa anak-anak tidak diperbolehkan menonton film dewasa? Sebab anak-anak belum memahami bahwa film hanyalah sebatas karya fiksi. Anak-anak berkemungkinan besar mendapatkan efek negatif dari kekerasan, adegan sensual, dan makian kasar yang ditampilkan dalam film. Meskipun anak-anak belum memahami bahasa, tetapi anak-anak sudah memahami intonasi pembicaraan. Menonton tayangan kekerasan akan memberikan dampak negatif pada anak seperti terganggunya pandangan hidup, ketidakmampuan berempati, ketegangan saraf, gangguan tidur, dan bertambahnya agresi anak saat berinteraksi dengan anak lain. Sementara adegan sensual dalam film akan mengganggu fungsi otak anak. Saat menonton film dengan tayangan kekerasan dan adegan sensual, penonton membutuhkan kebijaksanaan dan kesadaran untuk membedakan dunia nyata dengan dunia fiksi untuk mencegah timbulnya efek negatif dari film. Anak-anak dan bahkan remaja umumnya belum memiliki kebijaksanaan dan kesadaran tersebut, dan sudah pasti tidak diperbolehkan menonton film dengan muatan adegan dewasa. Jika dipaksakan, anak-anak akan ketakutan, penasaran dan banyak bertanya sepanjang film. Hal tersebut akan mengganggu kenyamanan penonton lain yang sama-sama membayar tiket untuk menikmati film.
Nah, bagi ladies yang gemar menonton film, sebaiknya cermat pada rating film. Apalagi jika ladies berencana mengajak adik atau sepupu yang masih anak-anak untuk menonton film. Tunggu lah hingga film dengan rating ‘semua umur’ rilis di bioskop, biasanya hadir saat musim liburan atau lebaran.
“Aku orang tua yang baru punya anak, dan udah lama nggak nonton film. Masa aku harus kehilangan hakku untuk menonton film?”
Untuk para orangtua yang tetap ingin menonton film tanpa mengabaikan anak, bisa menerapkan sistem shift. Misalnya, sang ayah menonton terlebih dahulu, sementara sang ibu mengasuh anak. Setelah sang ayah selesai menonton, baru giliran sang ibu yang menonton, dan anak diasuh oleh ayah. Bisa juga dengan cara menitipkan anak pada kerabat, atau teman dekat. Memang agak merepotkan dan membutuhkan banyak waktu. Akan tetapi, bagaimanapun, perkembangan psikologi anak jauh lebih penting daripada kepraktisan saat menonton film.
Sumber & referensi: Viva, Kompasiana, Detik Health