Series Layangan Putus sedang menjadi perbincangan hangat, bahkan sampai viral di media sosial mengenai adegan Kinan dan kata-kata fenomenalnya, “It’s my dream! Not her,” bahkan sampai kehidupan sehari-hari, ketika sedang jalan dengan teman atau saudara. Kalimat seperti itu di momen tertentu wajib untuk diungkapnkan.
Harus diakui, series garapan Benny Setiawan ini memang luar biasa. Dari segala aspek termasuk drama, memang nomor satu, tidak heran bila banyak orang menyukainya. Bagi yang kurang suka dengan pertunjukan negeri sendiri rasanya perlu menonton series yang bagaikan drakor ini.
Mengapa demikian? Ada banyak hal menarik bisa didapatkan bahkan, sejak episode pertama. Pemilihan cast yang tepat cara mereka membawakan dialog sampai naskahnya sendiri memang di luar dugaan, apakah hanya cukup sampai di situ saja? Rasanya tidak, masih ada beberapa alasan menarik lainnya yang bisa kamu simak di bawah ini.
Series Layangan Putus, Indonesia rasa Korea
Jika selama ini, penonton Indonesia suka dengan Drakor karena ceritanya menyentuh dan menguras emosi. Maka, film produksi MD Entertaintment ini bisa dikatakan memiliki cita rasa tersebut, bukannya sedikit melainkan full dan total.
Sejak awal menonton sempat ragu, takut, hanya seperti pertunjukan series lainnya seperti Cinta Fitri yang kurang mengena sehingga terasa hambar dan menjatuhkan vonis pertunjukan tersebut di luar harapan. Sayangnya, di sini kamu tidak menemukannya. Pada episode pertama terlihat jelas tensinya langsung tinggi, permainan tempo cepat dan penggunaan trik penting yang out of the box, membuat penonton langsung jatuh cinta dibuatnya.
Apalagi, Putri Marino dan Reza Raharddian seperti sudah punya chemistry yang lekat dan erat. Sehingga, rasa empati muncul ketika Aris diketahui selingkuh. Walaupun kurang sempurna, karena masih ada celah membenarkan sikap Aris itu, namun bisa tertutup dengan sikapnya.
Cerdas menyajikan plot twist
Penggarapan dari series di We TV ini memang cenderung sangat serius, walau masih ada beberapa hal yang bisa di eksplor lebih dalam, tetapi menikmatinya bukan merupakan kebosanan, melainkan rasa penasaran tinggi, “Apalagi setelah ini?”
Rasa penasaran itu di bagi menjadi dua babak, pertama siapa teman selingkuh Aris? Dan Kedua bagaimana akhir ceritanya, karena penggambaran Putri Marino sendiri cukup lihai dalam memerankan tokoh ibu muda milenial.
Salah satu titik kelemahan yang terjadi ada di episode ke 3 sampai ke 6 di mana pertunjukan ini dibuat sangat lambat. Walau ada adegan penting yang harus dihadirkan sebelum menuju ke klimaks, tetapi tidak membantu apa-apa.
Mungkin, sutradara sendiri menginginkan penghubung yang tepat agar penonton biasa siap menerima kejutan besar. Karena ceritanya sudah mulai menanjak tinggi kembali, tidak heran bila MD sudah memikirkan serial keduanya, walau masih sebatas rumor.
Punya bumbu pereda ampuh
Tensi yang tegang dan emosi memuncak tidak bagus untuk kesehatan. Salah satu cara yang dipilih oleh sutradara adalah adegan panas yang kerap terjadi, harus diakui sesi ini mengurangi emosi yang hampir meledak begitu saja. Walaupun sedikit merusak tempo dan klimaks, tetapi penggunaannya bisa dikatakan cukup baik, cerdas, serta tidak berlebihan, masih sesuai pada porsinya. Jadi, ketika emosi terlalu tinggi, penonton bisa rileks sejenak.
Sebenarnya, langkah yang diberikan untuk menurunkan tensi agar tidak terlalu tegang ada banyak. Sayang, kurang dieksplorasi secara mendalam, jokes yang diberikan juga kurang membantu.
Jika harus mendapatkan penilaian lebih, maka Putri Mariono dan Reza Rahardian menjadi pemeran dengan applause meriah karena, apa yang mereka lakukan membuat penonton merasa terbawa untuk ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka.
Lalu, bagaimana dengan Anya Geraldine? Pada dasarnya kesan nakal dan tindakannya sebagai orang ketiga cukup bagus, sayang ketika berada di titik terendah karena harus mengalah emosinya kurang tersampaikan, sehingga penonton kurang bisa mendapatkan feedback bahwa, orang yang tersakiti adalah dirinya.
Series Layangan Putus memasuki episode terakhir, di mana pertanyaan besar belum terjawab. Bagaimana nasib Kinan, yang mencoba mempertahankan hubungan rumah tangganya, apakah berhasil atau harus menyerah?