Indonesia memiliki drama serial yang cukup bagus. Hanya saja, mereka sulit bersaing bila dibandingkan dengan drakor. Walaupun kenyataannya saat film asal Korea tersebut ditayangkan di televisi, rating dan share masih kalah dengan sinetron.
Penggemar sinetron rata-rata adalah ibu-ibu dengan rentang usia 40 sampai 70 tahun. Kebanyakan tidak punya smartphone canggih atau gaptek. Jika, ingin menonton tayangan seperti drakor harus menunggu anaknya pulang kerja. Hal ini membuat mereka memilih melihat televisi yang mudah operasionalnya. Tetapi, bagi yang sudah modern dan kalangan usia 18 sampai 39 tahun, mereka lebih memilih melihat drakor.
Jika, dilihat dari data tersebut, rasanya tidak aneh bila beberapa menyebutkan bahwa, penggemar drama korea tersebut jauh lebih banyak. Kalau dibandingkan sepertinya, artis Indonesia tidak kalah tampan dan cantik, lalu apa penyebabnya?
Alur cerita menarik dan tidak mengada-ada
Poin pertama yang harus dijadikan garis bawah adalah keseluruhan cerita seperti apa. Bagaimana penulis dan sutradara mampu membuatnya sulit ditebak, menguras emosi dan air mata. Menariknya, cerita tersebut dibangun dari kesederhanaan.
Cukup satu plot saja dari awal menuju ke akhir. Bila memang sudah tidak ada yang bisa diceritakan maka akan tamat dan ganti dengan judul baru. Begitu seterusnya, pemandangan berbeda terjadi saat melihat sinetron.
Selama masih ada di puncak dengan raihan rating tinggi. Maka, sinetron tetap akan lanjut dan ceritanya menjadi asal-asalan. Banyak detil yang seharusnya perlu menjadi tidak ada. Inilah perbedaan kualitas di antara keduanya.
Bila memang menarik biasanya mereka akan mengadakan season ke 2 atau maksimal 3 baru diselesaikan. Cukup menarik bukan, bagaimana cara mereka berkarya.
Menariknya lagi sebuah tema sederhana bisa menjadi tayangan yang mampu memberikan kesan kepada penontonnya. Bahkan, saat dilihat seksama tingkat ketelitian dan detailnya harus diakui nomor satu.
Akting pemain yang total
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesuksesan sebuah film. Bila tidak dari alur ceritanya, maka mereka menilai dari kemampuan akting para aktor dalam menjalankan perannya tersebut.
Drama korea dalam keadaan apa saja selalu total. Sehingga, sebagai penonton ikut merasakan apa yang dirasakannya. Tidak heran beberapa orang ikut menangis dan marah. Lalu, bagaimana dengan pemain sinetron Indonesia?
Harus diakui mereka cukup bagus dan sesuai hanya saja, tidak semuanya. Maklum saja, ada beberapa tayangan yang menggunakan pemain baru. Sinetron sendiri dikejar oleh waktu jadi, untuk pemahaman soal pendalaman karakter masih kurang.
Terkadang membosankan melihat akting mereka yang jauh diatas rata-rata dan terkesan dipaksakan untuk bermain. Sebenarnya, bila dilakukan secara serius dengan waktu panjang agar menguasai tokoh, hasilnya juga memuaskan.
Sinematografi memukau dan memanjakan mata
Harus diakui, drakor mempunyai sinematografi yang cukup menarik. Hal ini disebabkan mereka punya waktu cukup panjang untuk mempersiapkan segalanya. Spesial efek, shoot, dan lain sebagainya sudah dipikirkan secara matang.
Hal ini menghindari ketimpangan gambar sehingga, penonton merasa senang dengan suguhan tersebut. Bagaimana dengan Indonesia dan sinetronnya? Satu kunci yang tidak diharapkan oleh penonton adalah kualitas gambar.
Pasti sangat cerah, hal ini didukung dari penggunaan cahaya atau lighting. Karena, mereka lebih sering melakukannya di dalam rumah. Jadi, cukup membosankan hanya itu-itu saja. Sayangnya, euforia drakor, tidak dijadikan bahan referensi agar ke depan lebih baik,
Dalam benak mereka selama penonton masih suka, maka produksi tetap jalan terus kecuali kalau rating sudah berbicara banyak. Mereka mau saja mengalah dan akhirnya harus berhenti sampai disini.
Terkadang cukup miris memang melihat film Indonesia kurang berjaya di rumah sendiri dan seluruh generasi muda lebih menyukai pertunjukan negara lain. Tetapi, apa mau dikata bahwa, kedua produksi tersebut sudah berbeda arah dan tujuannya. Semoga, ada waktunya, sinetron mendapatkan tempat di hati dan memperbaharui kualitasnya.