OUR NETWORK

Hati-hati Beri Antibiotik untuk Pasien Covid-19, Bisa Sebabkan Resistensi Antimikroba

Perhimpunan Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia (PETRI), Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) dan juga Pfizer Indonesia menekankan pentingnya upaya bersama guna meningkatkan kepedulian dan juga pengertian masyarakat terkait penyakit Antimicrobial Resistance (AMR) serta kepeduliannya.

Tema yang diusung adalah Bersama Menangani Antimicrobial Resistance melalui Antibiotic Stewardship Program (ASP). Sub temanya ‘Tantangan selama pandemi COVID-19’. Nah, kolaborasi yang dilakukan ketiga brand tersebut diharapkan bisa meningkatkan pengetahuan masyarakat dan juga tenaga kesehatan mengenai Antibiotic Stewardship Program di Indonesia.

Sebagai informasi, setiap tahunnya World Antimicrobial Awareness Week (WAA) atau Hari Kepedulian Antibiotik Sedunia  diperingati setiap tanggal 18-24 November 2020. Lalu tahun ini dengan mengusung tema ‘United to preserve antimicrobials’, WHO mengajak masyarakat, tenaga kesehatan, serta pemerintah untuk ambil bagian dalam mengurangi angka AMR dan menghentikan penyebarannya.

Penyalahgunaan antibiotik selama pandemi bisa menyebabkan risiko meningkatkan penyebaran AMR, karena corona adalah virus, sehingga tidak dapat disembuhkan dengan antibiotik. Pada tahun 2030, diperkirakan penggunaan antibiotik semakin meningkat. Apalagi jika AMR tidak ditangani dengan baik, angkanya akan lebih tinggi lagi.

Baca juga: Langkah Awal Pemerintah Menanggulangi Bahaya Resistensi Antimikroba

“AMR merupakan permasalahan kesehatan global. Diperlukan kerjasama antar negara dan antar sektor dalam menangani AMR. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya partisipasi negara-negara lain dalam pelaksanaan program Global Antimicrobial Resistance Surveillance System (GLASS). Hampir semua negara anggota WHO sudah melaporkan hasil aktivitas surveilans, termasuk upaya-upaya pengendalian AMR di negara masing-masing,” kata Ketua KPRA dr. Harry Parathon, Sp.OG (K) dalam keterangan tertulis, Kamis (3/12/2020)

Maka dari itulah perlu sekali mengimplementasikan Antibiotic Stewardship Program (ASP) di Indonesia. Di kawasan Asia Pasifik, telah dibentuk program kerjasama untuk menangani AMR, namun program One Health masih belum diterapkan.

Nah, berbicara mengenai kondisi AMR dan pemakaian antibiotik pada saat pandemi di Tanah air, dr. Harry juga menjelaskan jika tahun 2019, prevalensi AMR dengan indikator E.Coli dan K. Pneumoniae (ESBL+) dilaporkan masih sangat tinggi, yakni 60,4 persen. Nah, selama pandemi, pasien yang terpapar dan mengalami ko-infeksi bakteri sebesar 3-12 persen dan rata-rata 7 persen.

Maka dari itulah, penting sekali memastikan apakah pasien Covid-19 itu mengalami ko-infeksi bakteri. Selain itu fasilitas laboratorium, pemeriksaan imaging, dan juga pengetahuan dokter sangat perlu untuk ditingkatkan guna mendukung kebutuhan diagnosis. Jika tidak ditingkatkan, pemakaian antibiotik akan meningkat tajam.

Sementara itu dari perwakilan Perhimpunan Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia Dr. dr. Lie Khie Chen, Sp. PD, K-PTI juga turut menanggapi penggunaan antibiotik pada pasien positif corona. Ia menyebutkan sampai saat ini tidak ada angka pasti pengguna antibiotik di Indonesia. Namun bagi pasien Covid-19 kategori ringan biasanya tidak menggunakannya. Sementara itu untuk yang kritis, sebanyak lebih dari 70 persen menggunakannya.

Aturan terkait pengendalian antibiotik ini telah dikeluarkan melalui Permenkes No. 8 tahun 2015 yang mewajibkan setiap Rumah Sakit setidaknya memiliki tiga Program Pengendalian Resistensi Antibiotik (PPRA) dan juga menerapkan program-program pengendalian antibiotik sebagai bentuk upaya mengurangi angka penggunaan antibiotik dan angka AMR di Indonesia.

Must Read

Related Articles