OUR NETWORK

Burnout: Gejala dan Cara Pencegahannya

Saat mendengar istilah burnout, mungkin yang Ladies pikirkan adalah momen kelelahan luar biasa terkait dengan pekerjaan: pingsan setelah serangkaian malam-malam tanpa tidur demi mengejar deadline. Namun faktanya, burnout lebih diam-diam menghanyutkan, kata psikoloh Michael Leiter, PhD, seorang peneliti terkemuka tentang topik tersebut dan co-author The Burnout Challenge: Managing People’s Relationships with They Jobs

Burnout adalah penurunan yang lambat,” kata Dr. Leiter. Terlepas dari kepercayaan populer, kata ‘burnout’ tidak sepenuhnya dapat diartikan sebagai kelelahan. “Ini lebih rumit dari itu,”” katanya. Konsep burnout begitu rumit, bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membutuhkan waktu hingga 2019 untuk secara resmi mendefinisikannya sebagai sindrom.

Apa itu burnout?

Burnout: Gejala dan Cara Pencegahannya
Foto: pexels.com

Klasifikasi yang akhirnya dirilis oleh WHO menegaskan bahwa burnout adalah “fenomena pekerjaan” yang dihasilkan dari “stres kronis di tempat kerja yang belum berhasil dikelola”. Meskipun kelelahan membuat orang rentan terhadap penyakit seperti depresi, itu bukan penyakit itu sendiri, kata Dr. Leiter, yang penelitiannya mencerminkan definisi tersebut. Burnout dapat dicirikan secara lebih spesifik oleh tiga gejala: kelelahan, sinisme, dan kurangnya kemanjuran.

Mereka yang mengalami burnout cenderung memiliki kombinasi dari ketiga gejala tersebut. Namun, tergantung pada sifat pekerjaan dan sudut pandangmu, Ladies mungkin mengalami satu gejala lebih intens dari yang lain. 

Misalnya, seorang perawat mungkin tidak akan melupakan makna pekerjaan mereka, tetapi dapat dengan mudah menjadi korban kelelahan. Oleh Lotte Dyrbye, MD, dekan senior fakultas dan kepala petugas kesejahteraan di University of Colorado School of Medicine, digambarkan bukan sebagai kelelahan, tetapi sebagai “tidak memiliki apa-apa lagi untuk diberikan …  Anda secara emosional kosong.”

Tentu saja, sumber kelelahan bagi mereka yang berprofesi seperti perawatan kesehatan tidak bisa dibandingkan dengan mereka yang berada di bidang kreatif. Namun bagi para pekerja kreatif, perasaan kosong yang sama dapat bermanifestasi sebagai hilangnya kilasan inspirasi yang biasanya membuat mereka menangkap gambar yang kuat atau menyusun ritme menarik. 

“Ketika kita berbicara tentang profesi kreatif, yang kita bicarakan adalah pekerjaan yang bermanfaat tetapi unik,” kata Dr. Schabram. “Argumen saya adalah bahwa kelelahan tidak memengaruhi bagian yang bermanfaat itu. Seringkali, orang benar-benar ingin tetap melakukan pekerjaan dengan baik. Hal ‘unik’ itulah yang bisa sangat sulit, terutama jika Anda merasa lelah.”

Burnout: Gejala dan Cara Pencegahannya
Foto: pexels.com

Jika Ladies sangat bersemangat melakukan pekerjaan kreatifmu—seperti yang cenderung dilakukan oleh orang-orang kreatif—penelitian menunjukkan bahwa Ladies sebenarnya lebih rentan terhadap kelelahan daripada rekan-rekanmu yang kurang antusias. 

Dr. Schabram menjelaskan sebuah penelitian yang dia lakukan dengan orang-orang yang pernah bekerja di penampungan hewan (yang memiliki tingkat pergantian karyawan yang terkenal tinggi) selama 10 tahun lebih. Tujuannya adalah untuk menentukan apa yang menahan mereka di sana begitu lama. Hipotesisnya: itu adalah hasrat dan komitmen mereka terhadap pekerjaan itu.

Namun, “kami menemukan yang sebaliknya,” kata Dr. Schabram. “Ketika Anda masuk ke sebuah profesi dan Anda menaruh perhatian terhadap pekerjaan tersebut tetapi Anda tidak peduli dengan api yang menyala-nyala ini, itu berarti Anda sekadar bekerja, pulang jam lima, dan cenderung memiliki hobi lain.” 

Hal ini tidak lantas bermakna bahwa pekerjaanmu seharusnya tidak membuatmu antusias, tetapi antusiasme yang dirasakan akan mereda jika pekerjaanmu menjadi satu-satunya fokus dalam hidupmu. 

Cara pencegahan burnout

Burnout: Gejala dan Cara Pencegahannya
Foto: pexels.com

Salah satu cara paling ampuh mengatasi burnout adalah dengan mengabaikan email dan chat terkait pekerjaan. Namun, sayangnya hal ini seringkali bukan merupakan pilihan yang realistis. 

Untuk mengatasi burnout, tips klasik seperti bermeditasi setiap pagi atau mandi saat malam hari adalah cara yang tidak pernah gagal. Keberhasilan cara tersebut pun diakui oleh Dr. Schabram yang telah melakukan penelitian tentang efek mindfullness dan menemukan hasil yang menarik. 

“Jika Anda menderita kelelahan, tindakan perawatan diri yang kadang-kadang kita olok-olok, seperti menggunakan masker wajah atau melakukan pedikur, [sebenarnya] berhasil,” katanya.

Selanjutnya penelitian Dr. Schabram juga telah mengungkap bahwa perawatan diri hanyalah salah satu bagian dari teka-teki: “Masalahnya adalah gerakan ini hanya bekerja [untuk memerangi] kelelahan,” jelasnya. Jadi, jika Ladies menunjukkan tanda-tanda kelelahan lainnya, seperti sinisme, trik self care ini kurang manjur, jadi beralihlah ke tips lain. 

Burnout: Gejala dan Cara Pencegahannya
Foto: pexels.com

Penelitian Dr. Schabram mengungkapkan bahwa tindakan belas kasih yang sederhana bisa sangat membantu dalam mengurangi perasaan sinis. “Kami menemukan bahwa satu-satunya hal yang menarik orang keluar dari sinisme adalah melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain,” katanya. 

Ladies dapat memulainya dengan mengajak teman atau saudara untuk makan bersama, melakukan donasi, atau bahkan melakukan hal besar seperti menjadi relawan. 

Tanggung jawab tempat kerja

Burnout: Gejala dan Cara Pencegahannya
Foto: pexels.com

Ketidakbermaknaan yang terkait dengan ketidakefektifan, gejala ketiga dari burnout, adalah bagian yang lebih sulit untuk diatasi. Namun ada satu tips efektif untuk mengatasi ini. Yaitu dengan memecah tujuanmu menjadi tujuan-tujuan yang lebih kecil yang akhirnya akan memicu rasa pencapaian, kata Dr. Schabram.

Baca juga: Burnout Syndrome, Definisi dan Apa Saja Gejalanya?

Kesibukan mencari apa yang harus dilakukan untuk mencegah dan mengurangi burnout ini jangan sampai membuatmu lupa, sindrom ini adalah fenomena pekerjaan. Dr. Dyrbye memperkirakan hanya sekitar 20% usaha pencegahan burnout—mempraktikkan perawatan diri, mengambil hari libur, pulang pada jam yang wajar tanpa lembut—dapat dilakukan oleh individu. Sisanya seharusnya diserahkan pada pihak penyedia lapangan kerja.

Untuk membantu mengukur nilai-nilai yang paling penting bagimu, Dr. Leiter menyarankan untuk membuat catatan tentang apa yang Ladies sukai dan, mungkin yang lebih penting, tidak Ladies sukai mengenai hari kerjamu. Sehingga Ladies dapat, pada gilirannya, mencari lingkungan kerja yang memprioritaskan hal yang sama dengan yang Ladies lakukan. “Cobalah selama beberapa minggu, lalu mulailah mencari pola,” katanya. “Anda akan mulai memahami dengan siapa Anda dan apa yang Anda lakukan yang membuat perbedaan.”

Mengingat adanya perubahan drastis pada cara kerja kolektif kita akhir-akhir ini terkait pandemi, prioritas Ladies mungkin terlihat sangat berbeda dari yang tiga tahun yang lalu. “Ide untuk mengejar pekerjaan yang berarti sebenarnya muncul dari masa Black Plague atau Wabah Hitam, masa ketika Eropa kehilangan sekitar sepertiga dari populasinya,” kata Dr. Schabram. “Untuk pertama kalinya, orang-orang berkata, ‘Saya tidak hanya harus melakukan pekerjaan sejak lahir. Saya bisa melakukan apa yang saya minati.’ Kami melihat versi itu [sekarang]. Peristiwa kehidupan besar ini benar-benar mendorong orang untuk mempertimbangkan kembali apa yang ingin mereka lakukan dengan hidup mereka.”

Jadi tidak ada salahnya jika Ladies memutuskan untuk keluar dari pekerjaan sekarang yang membuatmu merasa burnout, lalu mengejar karier lain yang menawarkan hal yang Ladies butuhkan, seperti jam kerja yang fleksibel, lokasi yang bisa selalu WFO, dan lain sebagainya. Lalu bagaimana jika pekerjaanmu yang sekarang, yang membuatmu burnout, adalah profesi yang Ladies minati? Tenang saja, Ladies bisa tetap melakukannya sebagai hobi sehingga kamu tidak akan terbebani oleh berbagai deadline dan target lainnya. Bagaimana, menarik bukan?

 

Sumber: allure.com

Must Read

Related Articles