Ketika mendengar alergi, banyak orang mengaitkannya dengan makanan, debu, hingga dingin. Beda dari jenis lainnya, alergi matahari seringkali tidak disadari oleh pemiliknya, loh! Yup, ini karena alergi ini belum akrab di telinga, bahkan, sering salah didiagnosis sebagai kondisi kulit yang terbakar karena sinar matahari.
Menurut Dermatologis Hadley King, alergi matahari terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap sinar matahari.
Jadi, ketika kulitmu terkena sinar matahari, sistem kekebalan tubuhmu akan menganggapnya sebagai sel asing. Nah, dari sini, ada beberapa jenis alergi matahari yang mungkin terjadi.
Pertama, jenis yang paling umum disebut sebagai polymorphous light eruption atau PMLE. Biasanya, alergi ini terjadi pada hari-hari pertama musim panas ketika kulit pertama kali terkena sinar matahari. Seiring waktu, paparan yang semakin meningkat akan membuat kulit mengalami proses “pengerasan”. Proses ini menunjukkan penyesuaian diri oleh area yang terpapar sinar matahari hingga tidak lagi bereaksi.
Jenis alergi kedua ialah photosensitivity reactions yang terbagi dalam dua kategori, yakni phototoxic dan photoallergic. Phototoxic terjadi ketika produk yang diaplikasikan pada kulit memiliki bahan yang bereaksi terhadap sinar UV dari matahari. Biasanya, alergi yang satu ini akan terjadi beberapa menit atau jam setelah paparan. Sementara photoallergic, cenderung menyerang sistem kekebalan yang membuat kulit berakhir lecet, muncul benjolan merah, atau lesi selama beberapa hari setelah terpapar sinar matahari.
Ketiga ialah phytophotodermatitis. Alergi yang satu ini disebabkan oleh tanaman atau penggunaan minyak esensial yang tidak cocok. Biasanya, reaksi alergi ini dikenal dengan nama “margarita rash”. Alergi ini merupakan reaksi umum yang terjadi ketika jeruk nipis yang menempel di kulit terkena sinar matahari.
Untungnya, mengenali alergi matahari tidak sulit, Ladies. Menurut Dr. King, hanya sekitar 10-15% orang dalam sebuah populasi yang kemungkinan memiliki alergi ini.
Tapi, tetap waspada dan kenali gejalanya ya. Alergi PMLE misalnya, seringkali menunjukkan dirinya dengan bentuk benjolan merah yang terasa gatal atau terbakar, melepuh, atau bercak di area kulit yang terkena sinar matahari. Sementara itu, pada kulit yang berwarna lebih gelap, alergi ini cenderung mengambil bentuk benjolan berwarna daging dengan melanin yang menyamarkan kemerahan di dasarnya, serta tanda-tanda topikal lain yang bukan bintik merah.
Baca juga: Terpapar Matahari Bisa Bikin Alergi, Cek Gejalanya Di Sini!
Sementara phototoxic memperlihatkan kehadirannya dengan sensasi terbakar sinar matahari atau ruam. Berbeda lagi dengan photosensitive, ia menampilkan tanda-tanda yang lebih parah seperti ruam, lepuh, benjolan merah atau keluarnya cairan lesi selama satu hingga tiga hari setelah terkena paparan.
Bila saat ini kamu mengalami alergi matahari, cobalah melakukan pertolongan pertama dengan mengobatinya menggunakan antihistamin oral. Obat ini bisa membantu meringankan gejala dari reaksi. Selain itu, aplikasikan juga krim anti-inflamasi topikal seperti hidrokortison 1%. Namun, bila kamu masih merasakan gejala hingga dua minggu berturut-turut, hentikan pemakaian obat dan segera konsultasikan dengan dokter kulit terdekat.
Nah, buat kamu yang belum mengalaminya tapi merasa memiliki alergi ini, sorry to say cara terbaik untuk mencegah alergi ini terpicu, menurut para ahli ialah dengan menghindari sinar matahari, Ladies. Jika terpaksa harus beraktivitas di bawah sinar matahari, sebisa mungkin kenakan pakaian pelindung, dan mencari tempat teduh. Pastikan juga untuk selalu memeriksa obat-obatan, perawatan topikal serta produk yang kamu gunakan yang berpotensi menyebabkan photosensitivity. Lalu satu langkah pencegahan terpenting yang tidak boleh terlewat, gunakan SPF 30 atau lebih tinggi untuk memaksimalkan perlindungan pada kulitmu, Ladies.
Sumber: Hello Giggles