Apabila Ladies beranggapan bahwa depresi hanya memiliki satu jenis atau gejala, maka Ladies salah besar. Di bawah payung depresi, terdapat berbagai jenis atau depresi, dari yang ringan hingga parah. Depresi pun bisa hadir sebentar dan kronis, seperti depresi pascamelahirkan atau akibat perubahan cuaca.
Memahami tipe-tipe depresi bukan hanya membantu para dokter untuk memberikan perawatan, tetapi juga membantu orang-orang, termasuk Ladies, untuk membantu memahami apa yang sedang terjadi dengan diri mereka. Menurut Sarah Noble, psikiater dari Einstein Healthcare Network di Philadelphia, mengetahui kondisi diri sendiri dapat membantu para penderita untuk lebih bisa memahami dan menerima diri mereka.
Setidaknya ada 12 tipe depresi yang dapat Ladies pelajari. Yuk simak ulasannya sebab barangkali saja ada anggota keluarga atau teman yang mengalami salah satu dari 12 tipe ini.
1. Major depressive disorder.
Tipe ini adalah tipe yang cukup biasa dialami banyak orang. Menurut American Psychiatric Association, apabila seseorang mengalami beberapa gejala, yaitu merasa sedih, hampa, tidak berharga, tidak memiliki harapan, merasa bersalah, kehilangan energi atau minat terhadap aktivitas yang menyenangkan, terjadi perubahan pada pola tidur, dan memiliki kecenderungan bunuh diri konsisten selama dua pekan atau lebih, maka kemungkinan besar orang tersebut menderita major depression atau clinical depression ini.
Ada dua subtipe dari major depressive disorder, yaitu atypical depression dan melancholic depression. Untuk atypical depression, penderita biasanya justru jadi lebih banyak tidur dan makan dari biasanya, reaktif secara emosi, dan selalu dalam perasaan cemas. Sementara untuk melancholic depression, penderita memiliki gangguan tidur dan cenderung merenungkan hal-hal yang membuat mereka merasa bersalah. Atypical depression biasanya diderita oleh anak muda, sementara melancholic depression biasanya menyerang orang yang sudah memasuki usia senja.
2. Treatment-resistant depression.
Biasanya, penderita depresi tidak selalu siap untuk mendapatkan penanganan. Seringkali setelah mendapatkan obat antidepresi ataupun terapi lain, depresi tersebut masih saja bertahan. Menurut Dokter Sarah Noble, hal tersebut bisa jadi karena faktor genetik ataupun lingkungan.
Untuk menangani kondisi tersebut, pengobatan harus dimulai dengan melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk memastikan diagnosis yang tepat. Dengan demikian, dokter dapat mengidentifikasi penyebab gangguan kejiwaan tersebut dari gejala-gejalanya.
3. Subsyndromal depression.
Orang yang memiliki gejala depresi tetapi tidak sesuai dengan gejala major depression mungkin termasuk ke dalam tipe subsyndromal. Misalnya, penderita hanya memiliki beberapa gejala saja, dan berlangsung hanya selama satu pekan. Menurut Dokter Sarah, alih-alih fokus pada gejala saja, lebih baik dokter berfokus pada fungsionalitas pasien. Apakah pasien dapat menerima tanggung jawab dengan baik, ataukah kesulitan? Jika kesulitan, maka pasien masih membutuhkan penanganan.
4. Persistent depressive disorder.
Penderita persistent depressive disorder (PDD) memiliki mood sedih dan gelap di hari-harinya, dan setidaknya memiliki dua gejala depresi yang bertahan selama dua tahun. Pada anak-anak dan remaja, PDD (atau dysthymia) dapat didiagnosa apabila gejalanya terus bertahan selama lebih dari satu tahun. Menurut Dokter Sarah, low level depression ini dapat diketahui dari gejala lain, seperti permasalahan tidur, kurangnya tenaga atau mudah lelah, rendah diri, selera makan rendah atau justru berlebihan, kesulitan berkonsentrasi, susah membuat keputusan, dan merasa putuh asa.
5. Premenstrual dysphoric disorder.
Sekitar 10% wanita dalam usia subur mengalami premenstrual dysphoric disorder (PMDD). PMS versi parah ini dapat memicu depresi, kesedihan, kecemasan, dan kesulitan mengendalikan emosi, dan biasanya terjadi seminggu sebelum menstruasi dimulai. Peneliti yakin bahwa penderita PMDD adalah wanita yang memiliki sensitivitas abnormal terhadap perubahan hormon selama masa menstruasi.
6. Bipolar depression.
Perubahan mood dan energi yang ekstrem, dari bahagia hingga tiba-tiba menjadi putus asa, adalah gejala dari bipolar disorder atau manic–depressive illness. Penyakit ini biasanya menyerang anak muda dan tidak mengenal gender. Penderita bipolar harus menerima penanganan agar kondisinya tidak semakin memburuk.
7. Disruptive mood dysregulation disorder.
Tipe depresi ini dapat membuat anak menjadi gemar berteriak dan mengalami temper tantrum. Selain itu, anak pun akan marah-marah hampir setiap hari, kesulitan berteman di sekolah, rumah, atau di manapun. Menurut Dokter Sarah Noble, DMDD biasanya dapat ditangani dengan obat-obatan, psikoterapi, serta pelatihan orang tua agar mereka siap menangani kebiasaan anak tersebut.
8. Postpartum (prenatal) depression.
Kelahiran bayi akan menyebabkan satu di antara dua hal, yaitu kebahagiaan besar atau justru postpartum depression (PPD). Bukan hanya perempuan, laki-laki pun dapat mengalami depresi ini loh, Ladies. Pada perempuan, PPD biasanya dipicu oleh perubahan hormon dan kelelahan. Sementara pada laki-laki, PPD diakibatkan oleh perubahan lingkungan, seperti perubahan peran dan gaya hidup setelah menjadi orang tua. PPD dapat terjadi di tahun pertama kelahiran anak dan biasanya segera menghilang setelah orang tua mulai terbiasa. Namun tetap saja PPD harus ditangani karena dapat memicu perasaan sedih, cemas, dan kelelahan yang membuat orang tua bisa melukai bayi.
PPD berbeda dengan baby blues ya, Ladies. Baby blues biasanya cukup “ringan”, tidak bertahan lama, dan terjadi segera setelah kelahiran bayi sehingga hanya memerlukan bantuan orang terdekat saja.
9. Seasonal affective disorder.
Seasonal affective disorder atau SAD biasanya terjadi pada orang yang tinggal di negara empat musim, dan terjadi di musim gugur atau dingin. Seiring dengan perubahan musim, mood pun berubah. Penderita SAD biasanya memiliki gejala terlalu banyak makan dan tidur, ngidam karbohidrat, kenaikan berat badan, dan menjauhkan diri dari interaksi sosial. Peneliti beranggapan bahwa tipe depresi ini dipicu oleh kurangnya vitamin D serta kelebihan hormon melatonin.
10. Substance-induced mood disorder.
Penggunaan obat bius secara sembarangan dapat mengubah mood-mu. Gejala seperti depresi, rasa cemas, kehilangan minat pada aktivitas yang menyenangkan seringkali muncul setelah melakukan suntikan obat bius secara sembarangan. Beberapa obat yang dapat memicu tipe ini adalah alkohol, opioid painkillers dan benzodiazepines.
11. Psychotic depression.
Orang dengan psychotic depression memiliki gejala depresi parah yang disertai dengan psychosis, yaitu hilangnya koneksi dengan realita. Gejala dari psychosis biasanya adalah halusinasi (melihat atau mendengar hal yang tidak ada) dan delusi (pikiran yang tidak berdasar dan tidak rasional).
12. Depresi akibat penyakit.
Penyakit parah seperti penyakit jantung, kanker, dan HIV/AIDS dapat membuat penderitanya depresi. Dokter Sarah menyatakan bahwa saat ini telah ditemukan fakta keterkaitan adanata penyakit peradangan dengan depresi. Peradangan akan memicu pelepasan zat kimia tertentu oleh otak yang dapat memicu atau memperburuk depresi orang-orang tertentu. Jadi selain harus menangani penyakit fisiknya, penderita pun harus mengonsumsi antidepresan untuk menangani penyakit mentalnya. ☹
Depresi adalah penyakit yang memerlukan penanganan serius. Semoga dengan mengetahui tipe depresi yang diderita, penanganan yang didapatkan juga bisa lebih tepat.
Sumber: Health, Foto cover: today.com