Film Backstage karya Guntur Soeharjanto menjadi pembuktian diri bahwa, lelaki 45 tahun tersebut menjadi sutradara spesialis drama, bukan horor. Harus diakui apa yang dilakukannya disini jauh lebih bagus, matang dan menunjukkan kualitasnya.
Dibandingkan saat mengerjakan Makmum 2 yang terkesan terpaksa sehingga terlihat berantakan terutama di paruh akhir film. Tetapi, pertunjukan dua kakak beradik ini tampak sempurna sejak awal hingga akhir. Apakah tidak berlebihan dengan pujian tersebut? Jawabannya adalah tidak dan memang sudah sepantasnya.
Sebagai pertunjukan akhir tahun, karya ini terasa pas dan menjadi suguhan menawan. Apalagi dua sister, Vanesa serta Sissy Pricilia membuktikan bahwa, apa yang disajikan bukanlah sembarangan seperti drama keluarga biasanya.
Chemistry yang terbentuk memang tiada duanya
Jika ada penonton yang mengatakan membangun chemistry itu mudah apalagi kalau saudara sendiri, mungkin orang itu belum pernah melihat film kecuali sinetron dan FTV. Pada pertunjukan besar seperti ini, chemistry itu didapatkan bukan hanya dari segi mereka adalah saudara melainkan adegan dan bagaimana pemain mampu membaca gestur tubuh pemain lain, sehingga mereka menemukan adegan spontanitas yang lain dari biasanya. Inilah yang bisa dilihat dari Backstge.
Vanesa dan Sissy mampu memerankan perannya dengan baik. Emosi erta konflik yang dihadirkan terasa netral tanpa arahan dari sutradara. Walau pada menit awal mereka masih canggung dan meraba harus bagaimana berperan. Tetapi, seiring berjalannya waktu, keduanya sudah rileks.
Bukan hanya mereka berdua saja, melainkan para cast lainnya ikut mendukung pertunjukannya backstage menjadi sesuatu yang layak, menyentuh, hingga menimbulkan emosi serta empati terhadap berbagai tokohnya.
Drama musikal yang berhasil dimainkan dengan baik
Sebagai pertunjukan drama musikal, film Backstage tersebut menjadi salah satu yang menarik perhatian terutama bagi para penggemar konser music. Di mana, panggung yang dihadirkan begitu meriah apalagi penambahan CGI terkesan halus, tidak heran bila secara penampilan mendekati sempurna.
Selain drama musikal, pertunjukan ini memiliki warna berbeda dibandingkan lainnya. Keberagaman tersebut membuat penonton merasa betah harus berlama-lama. Kesesuaian cerita serta emosi yang dihadirkan menjadi sajian paling lengkap di akhir tahun.
Tetapi, apakah pesonanya mampu memenangi persaingan ketat yang sedang terjadi di layar? Makmum masih menjadi magnet agar semua orang rela pergi ke bioskop kembali. Walaupun mereka menggunakan formula baru dengan menghadirkan lagu baru yang menyanyat hati, sayangnya usaha tersebut seperti kurang berjalan mulus. Tidak heran bila penonton akan berpikir dua kali untuk melihatnya.
Sepertinya pengunduran tayang dari 30 Juni 2020 ke 31 Desember 2021, merupakan langkah kurang tepat. Tetapi, apa mau dikata, pandemi memang merenggut segalanya, walau begitu film ini akan membekas di hati penontonnya.
Secara keseluruhan mendapat nilai 8,5
Jika kamu menilainya sesuai dengan film, maka sinematografi secara keseluruhan hampir menyentuh sempurna, mulai dari visualisasi sampai dengan scoringnya terkesan penuh perencanaan dan materi yang berjalan lancar.
Satu poin yang membuat pertunjukan tersebut kurang begitu greget adalah durasi dengan 115 menit terasa terlalu lama dengan tempo standar begitu saja. Harus diakui kalau ditanya apakah bagus atau tidak? Maka jawabannya begitu istimewa.
Sayangnya, kalau dikupas lebih dalam seperti melihat film yang sudah kamu lihat di bioskop kemudian, beberapa bulan kemudian melihatnya di televisi tetap excited, tetapi masih ada batas untuk antusias berlebih dan ekspresi biasa saja.
Film Backstage menghadirkan pemain papan atas sekaligus daftar crew yang namanya sudah tidak diragukan lagi. Rasanya pertunjukan ini terasa sayang untuk dilewatkan begitu saja. Ini adalah contoh dari sekian banyak film Indonesia yang belum mampu menang di rumah sendiri walau kualitasnya sudah di atas rata-rata. Bagaimana menurut kamu? Sudah melihat pertunjukannya di bioskop?