Nama alat musik aramba masih terdengar asing di kalangan wisatawan kecuali masyarakat Nias karena menurut sejarahnya, alat ini pertama kali diciptakan di kawasan tersebut. Bahan pembuatannya terdiri dari berbagai macam materi seperti nikel, kuningan, dan ssuasa.
Perlu diketahui bahwa masyarakat Nias sangat percaya keberadaan aramba tidak lepas dari berbagai unsur mistis yang terkandung di dalamnya. Tidak heran bila penggunaannya sampai sekarang masih untuk upacara adat termasuk pernikahan.
Bila melihat dari bentuknya hampir mirip seperti gong. Hanya saja versinya lebih kecil, lihat kondisi ini beberapa pengamat menilai bahwa alat musik tersebut merupakan perpaduan budaya dengan suku Jawa.
Melihat Lebih Dekat Dengan Alat Musik Aramba
Salah satu poin yang membedakan antara alat ini dengan gong adalah hadirnya tali horizontal. Dengan kata lain, saat ingin menggunakannya dapat digantung hal menarik lainnya yang dapat dilihat dari alat musik ini adalah bunyinya.
Jika dipukul, akan terdengar seperti idiofon artinya sumber suara yang dihasilkan berasal dari bahan pembuatannya. Alat musik tersebut mempunyai dua ukuran yaitu kecil berada di kisaran 40 sampai 50 cm, di mana masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama Fatao.
Walaupun ukurannya tidak terlalu besar, namun saat dibunyikan mampu menghasilkan suara yang cukup lantang dan merdu. Untuk tipe yang besar disebut juga dengan hongo di mana ukurannya kurang lebih 60 sampai 90 cm, bukan hanya bentuk melainkan suaranya juga hampir mirip Gong, hanya saja lebih ke menggema.
Selain untuk mengiri pernikahan, alat musik aramba sebenarnya lebih digunakan untuk upacara adat di bidang pertanian. Biasanya sebagai wujud ucapan syukur para petani kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kelimpahan hasil yang sudah diberikan.
Cara Menggunakan Alat Musik Aramba
Pada dasarnya menggunakan alat ini tidak terlalu sulit, pengunjung akan diberikan alat pemukul yang berfungsi menghasilkan suara, ketika beradu dengan benjolan aramba. Hanya saja saat memukulnya tidak boleh sembarangan harus di benjolan tersebut
Sebenarnya, di luar benjolan masih tetap menghasilkan suara tetapi, terasa berbeda dan kurang nyaman di telinga. Bahkan, saat dipadukan dengan nada dari alat musik yang lain terasa hambar, jadi tidak ada satu kesatuan yang harmonis.
Perlu diketahui bahwa suara yang dihasilkan sebenarnya kurang menyatu dengan intonasi yang diharapkan. Dalam sebuah nada maka dari itu untuk memukulnya tidak boleh sembarangan biasanya mereka harus latihan terlebih dahulu.
Bisa dikatakan, memainkan alat musik aramba berbeda dengan yang lain. Jadi, kamu harus memainkan perasaan serta, menajamkan telinga sehingga, nantinya kamu akan mengerti kapan harus memukul dan tidak.
Harus diakui ketika penempatan itu salah, maka akan merusak suasana serta lagu yang sedang dibawakan. Dengan kata lain, upacara yang seharusnya sakral menjadi aneh karena perpaduan nadanya terasa gagal.
Sejarah Alat Musik Aramba
Salah satu alasan mengapa banyak wisatawan yang tidak tahu dengan alat musik ini karena zaman sekarang anak muda mulai meninggalkannya. Bahkan, beberapa upacara tradisional juga menggantinya dengan yang lain.
Walaupun sampai saat ini beberapa orang masih melestarikannya, namun kepunahan semakin terlihat dengan jelas. Tidak heran bila saat ini alat tersebut hanya menjadi pajangan di beberapa museum.
Jika dilihat kembali sumber sejarahnya memang aramba sendiri masih simpang siur. Kapan mulai pertama kali diperkenalkan ke khalayak ramai, maka dari itu belum ada sumber pasti yang mampu memberikan kejelasan mengenai alat ini. Tetapi, satu yang pasti sejak zaman nenek moyang mereka sudah menggunakannya
Sebelum punah dan menghilang atau diakui oleh negara tetangga, sebaiknya mulai sekarang para generasi muda sadar untuk menggunakannya. Apalagi, dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, kamu bisa juga membuat sebuah musik modern dengan penambahan instrumen Aramba ini.