OUR NETWORK

Masjid Al-Osmani Bukan Hanya Tertua Tetapi Sarat Akan Nilai Sejarah

Masjid Al Osmani, atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Labuhan, terletak di Jalan Yos Sudarso, Kelurahan Pekanlabuhan, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan. Merupakan salah satu masjid tertua di Kota Medan dan menyimpan banyak cerita sejarah yang sayang untuk dilewatkan.

Bangunan ini memiliki keindahan arsitektur yang menawan, elegan, dan khas. Pada bagian atap masjid, terdapat kubah yang menjulang tinggi dengan ornamen-ornamen artistik memukau. Bagian dalamnya juga menghadirkan suasana tenang serta damai, menciptakan ruang yang cocok untuk beribadah hingga merenung.

Masjid Al-Osmani yang Menawan Sejak Masa Lalu

Masjid Al-Osmani Bukan Hanya Tertua Tetapi Sarat Akan Nilai Sejarah
Sumber: kompasregional.com

Bangunan ini yang dikutip dari laman kontraktorkubahmasjid, sengaja didominasi warna kuning yang melambangkan kejayaan Kesultanan Melayu pada masa itu. Pembangunannya sendiri dimulai oleh Sultan Osman Perkasa Alam (Sultan Deli Ke-7) pada tahun 1854 Masehi.

Namun, karena wafatnya sebelum pembangunannya selesai, akhirnya dilanjutkan dan diselesaikan oleh putranya. Tidak heran bila kawasan ini memiliki nilai sejarah kuat dan menjadi saksi bisu dari masa lalu yang gemilang.

Keberadaannya menjadi bukti nyata pengabdian Sultan Osman Perkasa Alam terhadap agama Islam serta upayanya dalam memperkuat dan memuliakan Kesultanan Deli. Dalam konteks ini, warna kuning yang mendominasi masjid ini juga mengandung makna simbolis.

Warna tersebut melambangkan kejayaan dan kemakmuran Kesultanan Melayu, menunjukkan kebesaran dan kedudukan istimewa masjid ini dalam konteks sejarah Kota Medan, terutama pada waktu Negara ini masih berbentuk kerajaan.

Bagaimana Sejarah Pembangunannya

Masjid Al-Osmani Bukan Hanya Tertua Tetapi Sarat Akan Nilai Sejarah
Sumber: wikipedia.com

Pada tahun 1854, Sultan Osman Perkasa Alam yang merupakan Sultan Deli ketujuh, membangun Masjid Al Osmani tepat di depan Istana Kesultanan Deli di Labuhan. Tujuan pembangunannya ini adalah untuk memberikan masjid khusus bagi keluarga kesultanan.

Awalnya, dibangun dengan menggunakan bahan kayu berkualitas. Pada tahun 1870, putra Sultan Osman, yaitu Sultan Mahmud Perkasa Alam, Sultan Deli kedelapan, mulai membangun masjid ini secara permanen.

Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Perkasa Alam, masyarakat di sekitar kesultanan hidup dalam kemakmuran luar biasa. Oleh karena itu, pembangunan Masjid Al Osmani pada abad ke-19 ini mencerminkan keagungan dan kemegahan yang maksimal.

Arsitekturnya Juara

Masjid Al-Osmani Bukan Hanya Tertua Tetapi Sarat Akan Nilai Sejarah
Sumber: tribunmedan.com

Masjid Al Osmani tidak hanya mencerminkan arsitektur budaya Melayu, tetapi juga memperlihatkan pengaruh dari berbagai budaya lainnya. Bangunan ini menampilkan gaya arsitektur dan motif yang menggabungkan nuansa budaya Eropa, India, dan Timur Tengah.

Dengan kapasitas hingga 1.000 jemaah, tempat ibadah ini telah diakui sebagai Cagar Budaya Medan sejak tahun 2016. Meskipun telah berusia lebih dari 150 tahun, keindahan masjid ini tidak pernah luntur. Bangunan ini merupakan karya dari arsitek Jerman bernama GD Langereis.

Pada masa itu, Sultan Deli Mahmud Perkasa Alam meminta Langereis untuk merenovasinya yang sebelumnya merupakan bangunan sederhana berbentuk rumah panggung dari kayu. Dalam waktu tiga bulan, Langereis mewujudkan bangunan megah yang menggabungkan unsur arsitektur India, Tiongkok, Timur Tengah, Eropa, dan Melayu.

Dalam kunjungan ke Masjid Al Osmani, pengunjung akan merasakan keajaiban seni arsitektur yang memperlihatkan harmoni budaya yang terwujud dalam bangunan yang megah dan indah.

Fakta Lain Tentang Masjid Ini

Masjid Al-Osmani Bukan Hanya Tertua Tetapi Sarat Akan Nilai Sejarah
Sumber: kompasregional.com

Bangunan ini menjadi banyak cerita sejarah yang terkait dengan Kesultanan Deli. Sebagai saksi bisu, tempat ibadah ini juga mampu menampung pusara keluarga kesultanan di halaman depan dan sampingnya.

Di dalam pusara tersebut, terdapat lima Raja Deli yang dimakamkan, yaitu Tuanku Panglima Pasutan (Raja Deli IV), Tuanku Panglima Gandar Wahid (Raja Deli V), Sultan Amaluddin Perkasa Alam (Raja Deli VI), Sultan Osman Perkasa Alam, dan Sultan Mahmud Perkasa Alam. Selain itu, juga terdapat makam permaisuri dari Kesultanan Deli.

Keberadaan pusara tersebut memberikan nilai historis yang signifikan bagi Masjid Al Osmani. Melalui pemakaman keluarga kesultanan, masjid ini menjadi pusat penghormatan dan pengingat akan kejayaan serta perjalanan sejarah Kesultanan Deli yang kaya dan berwarna.

Dalam kunjungan ke Masjid Al Osmani, pengunjung dapat merenungkan kehadiran pusara-pusara tersebut dan menghargai warisan kesultanan yang diabadikan dalam masjid tersebut. Ini juga memberikan kesempatan untuk lebih memahami peran dan kontribusi Kesultanan Deli dalam sejarah dan budaya daerah Sumatera Utara.

Masjid Al Osmani tidak hanya menawarkan keindahan arsitektur dan nilai-nilai religius, tetapi juga menjadi tempat yang menyimpan dan merawat sejarah yang berharga. Dengan mengunjungi masjid ini, kita dapat merasakan kehadiran dan mempelajari jejak sejarah yang masih hidup dalam setiap sudutnya, bagaimana siap mengunjunginya?

Must Read

Related Articles