Resistansi Anti Mikroba (AMR) adalah satu dari sepuluh ancaman kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara berkembang. Diperkirakan pada tahun 2050, AMR dapat menjadi menjadi penyebab 10 juta kematian per tahun di seluruh dunia. Oleh karena itu, Essity Indonesia mendukung upaya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai AMR dalam memperingati Annual World AMR Awareness Week 2022.
Telah menjadi mitra United Nation Foundation sejak 2017, Essity berkomitmen mencegah AMR melalui Cutimed dan Leukoplast dengan inovasi teknologi terkini, Sorbact.
Secara klinis Sorbact terbukti efektif dan efisien dalam mempercepat kesembuhan pasien dan mengurangi beban biaya perawatan. Produk-produk Essity pun telah terdaftar dalam Jaminan Kesehatan Nasional.
Dalam virtual media briefing pada Selasa (29/11) pagi, Gustavo Vega, Direktur Komersial Essity Indonesia menyampaikan pentingnya masalah AMR menjadi perhatian, selain pandemi COVID-19. AMR bahkan bisa dikatakan sebagai silent pandemic karena angka kematiannya cukup tinggi. Belum lagi tingkat pengetahuan masyarakat terkait bahaya AMR masih rendah. “Essity berkomitmen untuk mendobrak hambatan terkait perawatan kesehatan melalui keahlian kami di bidang perawatan luka (wound care) dengan menghadirkan inovasi teknologi Sorbact. Teknologi Sorbact inovatif dan efektif mencegah AMR pada perawatan luka sebagai salah satu ancaman kesehatan masyarakat di dunia saat ini, termasuk di Indonesia.”
Sementara itu, Dr. Harry Parathon, Sp.OG (K), Ketua Pusat Resistansi Antimikroba Indonesia (PRAINDO) memberi penjelsan tentang AMR. Resistansi antimikroba (AMR) terjadi ketika bakteri, virus, jamur, dan parasit berubah dari waktu ke waktu dan tidak lagi merespons obat-obatan. Akibatnya infeksi lebih sulit diobati dan meningkatkan risiko penyebaran penyakit hingga kematian. “Secara global, gerakan pengendalian AMR sudah berjalan, salah satunya dengan usaha penerapan Antimirobial Stewardship (AMS). AMS menjadi strategi untuk memerangi peningkatan AMR dengan berfokus pada penggunaan antimikroba yang tepat guna oleh professional kesehatan. Yaitu dengan mengikuti aturan dan pedoman yang sudah ditetapkan. Dengan meningkatkan hasil perawatan pasien, mengurangi resistansi mikroba, dan mengurangi penyebaran infeksi yang disebabkan oleh organisme yang resistan terhadap obat. AMS menjadi penting di semua area perawatan kesehatan termasuk area spesialis manajemen luka.”
Salah satu area yang masih memiliki tingkat penggunaan antibiotik tinggi adalah perawatan luka.
AMR memengaruhi prosedur manajemen luka karena luka dapat menjadi saluran infeksi, memungkinkan masuknya mikroba. Sekitar 70% bakteri penyebab infeksi pada luka, resistan terhadap sedikitnya 1 jenis antibiotik yang umum digunakan.
Teknologi Sorbact untuk perawatan luka dapat mencegah AMR. Sorbact mengikat mikroba dengan mekanisme kerja murni secara fisik sehingga mikroba menjadi tidak aktif, dan mengangkatnya tanpa membunuh. Joice Simanjuntak selaku Marketing Director Essity menjelaskan, “Penelitian membuktikan bahwa mekanisme ini tidak mengakibatkan AMR. Teknologi Sorbact dipergunakan dalam balutan luka kami yaitu Cutimed dan Leukoplast. Berbeda dengan balutan antimikroba lainnya yang secara aktif membunuh mikroba, balutan luka ini terbuat dari Dialkylcarbamoyl chloride (DACC) yang bersifat hidrofobik, mengikat beberapa jenis mikroba secara permanen, dan mengurangi jumlah organisme di permukaan luka sehingga proses penyembuhan luka lebih cepat.”
Sorbact tidak memiliki kontraindikasi dan risiko alergi yang rendah sehingga dapat digunakan pada bayi baru lahir, wanita hamil, dan menyusui.
Terbukti dalam lebih dari 40 studi klinis dan dalam publikasi yang mencakup lebih dari 7.000 pasien, Sorbact berhasil digunakan selama lebih dari 30 tahun dalam praktik klinis. Produk perawatan luka seperti Dialkylcarbamoyl chloride coated wound dressings (Cutimed® Sorbact dan Leukoplast® Leukomed® Sorbact) dapat dipergunakan oleh pasien untuk perawatan luka pascaoperasi dan juga luka kronis, seperti luka kaki diabetes, luka tekan akibat tirah baring.
Joice Simanjutak menambahkan perlunya kolaborasi dari seluruh pihak. Beberapa upaya yang telah dilakukan adalah mendukung Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (IKABI) dalam pembuatan Pedoman Paktis Klinis untuk menurunkan angka kejadian Infeksi Luka Oeprasi di Indonesiayang diluncurkan pada tahun 2021. Essity juga mengajak para tenaga kesehatan profesional bergabung dalam program Wound Warriors di Indonesia pada tahun 2020. Program ini menyediakan informasi dalam meningkatkan kesadaran tentang pentingnya penatagunaan antimikroba oleh dokter dan tenaga medis. “Sampai saat ini Wound Warriors telah menjangkau 9.400 dokter dan perawat, dengan partisipasi aktif dari 827 tenaga kesehatan professional yang berkontribusi bagi kualitas hidup 1.800 pasien di seluruh Indonesia,” tutupnya.