Virus Covid-19 menyerang tanpa pandang bulu dan tidak mengenal usianya. Karenanya orang-orang dengan penyakit bawaan tertentu, terutama yang berhubungan dengan paru-paru dihimbau untuk ekstra hati-hati. Pasien kanker paru dianjurkan untuk tetap kontrol secara rutin untuk menghindari risiko penyebaran sel kanker. Hari Kanker Paru Sedunia diperingati setiap awal Agustus. Hari ini, dalam diskusi media masih dalam rangka memperingati Hari Kanker Paru Sedunia 2021, MeraMuda mengikuti pemaparan dari para ahli terkait penanganan penyakit tersebut.
Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, MPd.Ked, FINASIM, FACP, dokter spesialis penyakit dalam (konsultan hematologi dan onkologi medik), Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) bertindak sebagai moderator. Penyakit kanker tidak menular dan bersifat heterogen karena tergantung pada jenis mutasi gen yang terjadi pada sel dalam organ tubuh seseorang. Pada pria paru adalah organ tersering terkena penyakit kanker. Kanker paru juga merupakan penyebab kematian akibat kanker tertinggi di dunia. Menurut data dari Global Cancer Statistic (Globocan) 2020, terdapat 1.796.144 kematian akibat kanker paru di dunia. Di Indonesia sendiri, angka kejadian dan angka kematian akibat kanker paru pada 2020 meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2018. Pada 2020, terdapat 30.843 angka kematian, meningkat dari angka 26.069 pada tahun 2018.
Sama dengan penyakit kanker lainnya, penanganan kanker dilakukan oleh Tim Multidisiplin/MDT, yaitu kerja sama dengan berbagai disiplin ilmu kedokteran seperti bidang ilmu Bedah Onkologi, Radiologi, Ahli Patologi, Radioterapi, Medikal Onkologi, dan bidang ilmu lainnya. Saat ini belum ada teknik atau sistem yang dtetapkan WHO untuk skrining atau deteksi dini kanker paru. Namun, golden standard yan digunakan biasnaya ditentukan oleh ahli Patologi Anatomik dengan pemeriksaan sampel jaringan melalui biopsi. Setelah diagnosis, Tim Multidisiplin akan menetapkan stadium dan rencana penanganan.
Karena sulit mendeteksi secara dini, penelitian mengenai kanker paru ditujukan pada pengendalian faktor risiko agar dapat menurunkan angka kejadian maupun kematian. Salah satunya faktor sisikoya adalah paparan asap rokok serta polusi lingkungan. Setiap orang bisa mengidap kanker paru. Jadi, perlu mengambil langkah-langkah untuk mulai mengurangi dan menghindari paparan dari bahan-bahan berbahaya terutama asap rokok serta polusi lingkungan. Prof. Aru juga menghimbau agar kita, terutamapara perokok aktif maupun pasif, memeriksaan diri secara teratur ke dokter di fasilitas kesehatan setempat.
Pada kesempatan yang sama, dr. Evlina Suzanna Sinuraya, Sp.PA, Spesialis Patologi Anatomi RS Kanker Dharmais juga memberi pemaparan. Menurut beliau, kanker paru biasanya dikelompokkan menjadi dua jenis utama yang disebut small cell lung cancer (SLCC/kanker paru sel kecil) dan non-small cell lung cancer (NSCLC/kanker paru bukan sel kecil). Keduanya tumbuh dengan cara berbeda dan membutuhkan penanganan yang berbeda pula, di mana NSCLC lebih umum dibandignkan SCLC. Gejalanya juga berbeda pada setiap orang. “Namun aik NSCLC maupun SCLC, gejala umum yang bisa dilihat seperti batuk yang tak kunjung hilang, batuk darah, nyeri dada hingga sesak napas, penurunan berat badan yang drastis, sakit kepala, hingga sakit tulang.”
Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, Sp.PD-KHOM, M.Epid, FINASIM, FACP dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi onkologi medik RSCM menyatakan, “Beberapa penelitian menunjukkan, pasien dengan kanker paru dan mereka yang memiliki penyakit ganas terkait hematologi tampaknya memiliki risiko kematian tertinggi akibat infeksi SARS-CoV-2.”
Pengobatan kanker paru sendiri dilakukan secara sistemik mulai dari kemoterapi, imunoterapi, dan terapi target. Pemilihan dilakukan dengan mengetahui faktor pengendali perkembangan kanker. Pemeriksaan PDL-1 (penghambat sistem imun dalam menghancurkan sel kanker), mutasi gen EGFR, ALK, dan ROS dilakukan melalui biopsi sebelum menentukan pengobatan.
Beberapa penelitian menunjukkan pemberian terapi yang tepat dapat meningkatkan harapan hidup pasien. Dari berbagai jenis terapi kanker, terapi target merupakan jenis terapi dalam bentuk tablet/kapsul yang dapat dikonsumsi di rumah. Metode ini memudahkan pasien terutama dalam keadaan pandemi seperti sekarang. Namun, jumlah tablet/kapsul terapi target yang perlu dikonsumsi pasien sangat bervariasi dari 1 – 8 butir dalam sehari. Oleh karena itu, kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi terapi target harus tetap terjaga untuk mendapatkan hasil pengobatan yang maksimal.
Selain itu, dr. Ikhwan menambahkan, “Masalah utama penanganan kanker paru sebenarnya pada biaya pengobatan yang luar biasa. Sakit yang berat membuat pasien menjadi sangat disiplin minum obat jika tak ada efek samping yang berarti. Selama ini pasien yang mendapat ALK inhibitor tidak terlalu mendapat efek samping berarti yang membuat mereka intoleran terhadap obat tersebut. Tantangannya ada pada akses serta beban biaya.”
Para dokter senantiasa mengingatkan bahwa cara paling mudah untuk mengurangi risikonya adalah dengan mulai menjalankan pola hidup sehat. Hal ini dilakukan dengan menjaga pola makan, manajemen stres, dan menghentikan kebiasaan merokok.
PT Takeda Indonesia berkomitmen untuk memberi dukungan terhadap peringatan Hari Kanker Dunia 2021 melalui kegiatan edukasi media untuk mendukung Perhimpunan Onkologi Indonesia. PT Takeda Indonesia juga terus berupaya menyediakan akses terhadap pengobatan yang dibutuhkan oleh para pasien ALK+ NSCLC di Indonesia, serta bermitra dengan asosiasi medis untuk meningkatkan pengetahuan diagnostik, tatalaksana, dan mendukung pelatihan untuk memberikan pengetahuan terkini terkait ALK+ NSCLC kepada tenaga kesehatan di Indonesia.