Memang mengejutkan ternyata postpartum depression (PPD) atau depresi pascamelahirkan, adalah suatu kondisi yang sering terjadi. Di Amerika Serikat, misalnya, setiap tahun, ada satu dari tujuh ibu yang terkena depresi pascamelahirkan. Selama ini, pengobatan bagi ibu yang terkena PPD mengandalkan dukungan dari orang terdekat, terutama keluarga, atau obat antidepresi umum. Namun, akhirnya, kini para ibu dapat bernapas lega. Pada 19 Maret silam, FDA yang merupakan BPOM-nya Amerika Serikat, secara resmi menyetujui obat pertama yang secara khusus menangani depresi pascapersalinan. Obat baru yang disebut brexanolone atau Zulresso ini memberikan pilihan lain di luar antidepresan, yang bisa memakan berminggu-minggu untuk sepenuhnya bekerja.
Baca juga: Mewaspadai Baby Blues Syndrome yang Berisiko Menyerang Ibu Muda
Brexanolone adalah obat pertama dari jenisnya karena mengandung bentuk sintetik allopregnanolone, hormon yang kadarnya cenderung meningkat selama kehamilan dan menurun dengan cepat begitu seorang wanita melahirkan. Meskipun para ahli tidak dapat menunjukkan dengan tepat penyebab depresi pascamelahirkan, perubahan kadar hormon disebut-sebut turut berkontribusi pada kondisi tersebut.
Menurut Dokter Steve Kanes, kepala medis Sage Therapeutics, obat ini berpotensi mengubah kehidupan seorang wanita dan kehidupan keluarga mereka.
Sage Therapeutics sendiri adalah perusahaan biofarmasi yang mengembangkan brexanolone. Kanes menjelaskan, saat seorang ibu terkena depresi pascamelahirkan, bukan hanya ibu yang menderita, tetapi juga bayi dan anggota keluarga mereka.
Brexanolone bukanlah obat yang berwujud dalam bentuk pil. Obat ini adalah perawatan intravena yang diberikan selama 60 jam dalam aturan yang diawasi secara medis, seperti rumah sakit. Meskipun cukup merepotkan, menurut hasil uji klinis, brexanolone ternyata dapat mempelihatkan efeknya hanya dalam waktu 24 jam saja. Dalam sebuah uji coba, wanita dengan gejala depresi pascamelahirkan sedang hingga berat mampu menunjukkan perbaikan kondisi dalam waktu 24 jam. Bukan hanya itu, efek perbaikan tersebut bahkan masih bertahan selama 30 hari setelah perawatan.
Samantha Meltzer-Brody, direktur program psikiatri perinatal di University of North Carolina Chapel Hill dan peneliti utama dalam uji coba brexanolone mengatakan bahwa hasil ini adalah langkah besar menuju arah yang positif. Menurutnya, pengobatan depresi yang telah dilakukan selama 30 tahun menunjukkan bahwa para penderita membutuhkan cara dan metode baru yang memberikan hasil yang lebih cepat. Brexanolone memberi jalan terang menuju pemahaman bagaimana cara ahli medis dan penderita, serta masyarakat, memperlakukan depresi secara lebih luas.
Sejalan dengan Dokter Meltzer-Brody, Dokter Kimberly Yonkers, profesor psikiatri, epidemiologi dan kebidanan, ginekologi, dan ilmu reproduksi di Yale School of Medicine sepakat bahwa obat ini akan membantu para ibu lebih membuka diri mengenai perjuangan mereka. Hal tersebut nantikanya akan memiliki efek lebih besar pada penelitian depresi pascamelahirkan.
Baca juga: 12 Tipe Depresi yang Perlu Kamu Ketahui
Meskipun obat baru ini dilaporkan tidak memiliki efek samping negatif jangka panjang, obat ini tetap tidak direkomendasikan untuk wanita yang sedang menyusui. Kekurangan lainnya adalah biayanya yang sangat mahal. Satu sesi intravena akan memakan biara $20.000 hingga $35.000 atau sekitar Rp300 juta hingga Rp500 jutaan. Akan tetapi, Dokter Steve Kanes menegaskan bahwa harga yang begitu mahal dari perawatan ini sangat sepadan dengan hasilnya. Menurutnya, dengan satu kali pengobatan saja, efek dari obat ini bertahan sangat lama. Pengobatan ini jelas sangat transformatif dan perlu dikembangkan agar dapat dijangkau oleh berbagai kalangan.
Sumber: Pop Sugar