Vitamin D dikenal sebagai vitamin matahari pagi. Meski banyak sumber lain yang bisa memberi asupan vitamin ini pada tubuh, kebanyakan orang sangat mengandalkan matahari pagi. Tidak hanya menjaga kesehatan tulang, ternyata vitamin yang satu ini juga dapat membantu penderita alergi, loh!
Para peneliti yakin bahwa ada hubungan antara vitamin D dan alergi. Salah satunya dibuktikan melalui studi tahun 2016 yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Gastroenterology. Melalui studi ini, diketahui bahwa vitamin D memiliki “peran penting” dalam pengobatan asma, alergi makanan, dan reaksi kulit, terutama pada anak-anak. Para peneliti juga menyatakan bahwa ketika tubuh menyerap vitamin D, vitamin tersebut akan menekan respon imun yang dikenal sebagai reaksi tipe Th2.
Berdasarkan informasi dari British Medical Journal, diketahui bahwa reaksi tipe Th2 adalah proses internal yang menyebabkan gejala yang diasosiasikan kebanyakan orang dengan alergi. Melalui penekanan pada jenis reaksi ini, para peneliti mengklaim bahwa vitamin D dapat mengurangi reaksi alergi secara keseluruhan.
Studi ini juga menemukan bahwa rendahnya kadar vitamin ini dalam darah seseorang dapat berisiko lebih tinggi memiliki alergi terhadap makanan.
Hal ini dikarenakan, kekurangan vitamin D pada tubuh dapat menyebabkan infeksi gastrointestinal yang kemudian dapat menyebabkan perkembangan alergi makanan.
Baca juga: 6 Gangguan Kesehatan Akibat Kekurangan Vitamin D
Penemuan ini terbilang sangat membantu perkembangan penelitian terhadap pengobatan alergi. Bagaimana tidak, jika pengobatan dengan menggunakan vitamin D dapat mengurangi reaksi alergi seseorang, ini akan sangat bagus untuk membantu banyak orang. Akan tetapi, tidak seperti harapan, ada satu kemunduran dalam penelitian ini.
Sebuah laporan tahun 2017 di European Annals of Allergy and Clinical Immunology tidak menemukan hubungan yang berarti antara orang dewasa dengan kekurangan vitamin ini serta tingkat reaksi alergi. Hingga saat ini, penelitian terkait hubungan kedua hal ini akhirnya masih pro kontra. Untuk itu, para peneliti menilai perlu ada penelitian lebih lanjut yang dapat menjamin kefektifan pengobatan yang satu ini.
Sumber: Health Digest