Masih dalam semangat memperingati World Menopause Day (18 Oktober), Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMINESIA) menggelar virtual press conference pada Rabu (19/10) pagi. Kegiatan ini mendukung International Menopause Society (IMS) dalam kampanye yang bertema ‘Cognition and Mood’. Dalam virtual press conference, hadir pula beberapa dokter yang memberikan pemaparan mengenai gejala menopause dan perubahan yang mungkin dialami.
Kampanye ‘Cognition and Mood’ bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kondisi menopause, terutama yang berhubungan dengan daya pikir (kognitif) dan pengelolaan emosi.
Seperti yang Ladies mungkin ketahui, hormon memengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan perempuan. Pada tubuh perempuan menopause, perubaan hormon dapat menyebabkan perubahan kognitif dan psikologi. Gangguan kognitif adalah gejala paling umum yang dialami oleh sekitar 44-62% populasi. Perubahan hormon pada masa menopause juga dapat menyebabkan hal-hal berikut:
- Penurunan kemampuan berpikir, lupa sesaat atau brain fog
- Kesulitan memilih kata (verbal fluency)
- Penurunan daya ingat
- Perubahan hormon (estrogen, FSH dan LH, fluktuasi prolaktin dan kortisol) dapat menyebabkan gejala stres, kecemasan, dan depresi
Namun, menopause bukanlah akhir dari segalanya, melainkan fase hidup yang pasti akan dilalui. Oleh karena itu, PERMINESIA pun mengajak perempuan Indonesia untuk melakukan deteksi dini gejala menopause. Tujuannya tak lain agar tidak terjadi penurunan kualitas hidup, karena kehidupan setelah empat puluh tahun tetap bisa dilalui dengan sehat dan bahagia.
Sekretaris Jenderal PERMINESIA, dr. Achmad Mediana, Sp.OG, dalam sambutannya mengatakan bahwa PERMINESIA ingin memberikan informasi seluas-luasnya untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat. PERMINESIA bertujuan meningkatkan kesehatan bangsa Indonesia dan terus mengupayakan peningkatan kualitas hidup perempuan pre-menopause, menopause, dan pascamenopause.
Dr. dr. Tita Husnawati, Sp.OG (K)-Fer, Presiden PERMINESIA menjelaskan bahwa menopause adalah kejadian alamiah yang pasti dialami semua perempuan.
“Semua perempuan harus mengenal gejalanya, kapan terjadi untuk siap menghadapi semua proses alami yan patut disyukuri,” tutur dr. Tita. Ia pun memberi pemaparan mengenai kondisi yang menyebabkan gejala atau sindroma metabolik seperti obesitas peru, tekanan darah meningkat, profil lemak abnormal, dan gula darah meningkat. Ia pun menekankan pentingnya menjalankan kebiasaan hidup sehat, olahraga teratur, mengonsumsi makanan bernutrisi sehat dan gizi seimbang, dan menghindari kebiasaan merokok. Selain gaya hidup, pengobatan gejala menopause dapat dilakukan pula dengan pengobatan hormon.
Dr. dr. Natalia Widiasih, Sp.KJ (K), MPd.Ked, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, juga memberikan pemaparan yang sangat lengkap dari sisi kejiwaan. Penurunan kadar estrogen dapat menyebabkan ganggaun pembentukan energi dan metabolisme otak, penurunan fungsi kognitif, hingga dementia. Perubahan hormon juga mengganggu kesehatan mental di masa menopause. Apalagi, perempuan menopause lebih rentan mengalami gangguan mood, yang dapat berkembang menjadi gejala kecemasan dan depresi. Proses penuaan pada fisik juga dapat berperan menimbulkan rasa tidak percaya diri dan negative body image. “Berbagai faktor lain seperti keadaan ekonomi, dukungan sosial yang rendah, kondisi medis tertentu, riwayat gangguan mental, dan kepribadian individu juga dapat berpengaruh terhadap perubahan mood,” jelas dr. Natalia.
Lebih jauh, dr. Natalia menjelaskan pentingnya peran support system untuk membantu perempuan menjadi lebih resilien dalam melewati fase menopause. Ia mendorong untuk menjaga komunikasi sehingga dapat saling memahami dan membentuk strategi terhadap segala perubahan biologis, hormonal, dan psikologis yang sedang terjadi. Jika perlu pasangan juga daat melakukan couples therapy. “Beberapa hal yang perlu dibicarakan adalah bagaimana fase menopause ini berdampak pada hubungan, keintiman, seksualitas, dan bagaimana harapan dan ekspektasi terhadap satu sama lain dalam melewati fase ini.”