Ketika jatuh cinta, banyak orang cenderung menjadi buta dan memberikan segalanya pada pasangan. Pemenuhan segala keinginan pasangan diromantisasi sebagai bentuk ungkapan cinta. Bahkan, memutuskan hubungan dengan teman yang tidak disukai pasangan dianggap sebagai sesuatu yang romantis. Alih-alih romantis, menurut para ahli, pola pikir seperti ini perlu dihindari, ya Ladies.
Director of Research and Education di The Glendon Association, Lisa Firestone, berpendapat, jatuh cinta seharusnya mendorong seseorang untuk berkembang alih-alih membatasinya. Sayangnya, ada beberapa pola pikir seputar cinta dan hubungan ‘ideal’ yang pada akhirnya membatasi kapasitas seseorang untuk berkembang. Begitu pula pembatasan kepuasannya dalam hubungan cinta tersebut. Salah satunya ialah pola pikir bahwa seseorang harus menjadi pusat dari dunia pasangannya.
Jika seseorang terjebak dalam pola yang membuatnya memberikan segalanya atau sebagai pihak yang dimonopoli kehidupannya, maka, kemungkinan besar apa yang mereka alami bukanlah cinta sejati.
Pada tahap ini, satu pihak sangat bergantung pada pasangannya untuk memenuhi kebutuhannya secara keseluruhan. Ini bukanlah pola yang baik untuk membangun hubungan yang sehat.
Ketika seseorang meyakini bahwa dirinya harus bergantung pada satu orang untuk merawatnya, saat itu juga ia sedang mengalami kelaparan emosional. Sama halnya dengan seseorang yang merasa harus mengabdikan diri untuk merawat orang lain, sekilas terlihat seperti cinta, namun pada kenyataannya bukan. Alih-alih langgeng, cinta jenis ini dinyatakan penulis Bianca Acevedo dalam studinya, justru membantu membuat hubungan berumur lebih pendek.
Pemikiran terkait memberikan segalanya yang dimiliki sebagai ungkapan perasaan pun perlu dihindari. Pada dasarnya, cinta berkaitan dengan sikap terbuka seseorang yang menghargai pasangan dalam keadaan rentan sekalipun untuk merasa lebih hidup dan bahagia sebagai dirinya sendiri. Baik ketika hanya berdua maupun ketika bersama orang lain.
Berbeda halnya ketika sepasang kekasih menjalani hubungan yang tunggal dan consuming, mereka cenderung mempersempit dunianya.
Seiring waktu, mereka mulai memiliki dan mengikuti panduan tentang apa yang ‘diizinkan’ untuk dilakukan atau siapa yang ‘diizinkan’ untuk mereka lihat. Meski tidak diungkapkan secara kentara, aturan ini seringkali ditegaskan melalui sejumlah sikap dan ucapan tertentu.
Meski mengatasnamakan ‘cinta’, pada akhirnya pola ini justru mengurangi perasaan cinta seseorang. Hubungan keduanya akhirnya jatuh dalam rutinitas yang mematikan, di mana satu sama lain saling membatasi. Dengan motif implisit, untuk meredakan rasa insecure salah satu pihak. Seiring berjalannya waktu, satu sama lain akan mulai berhenti merasakan kasih sayang yang menggebu. Perasaan yang bertolak belakang dari apa yang dirasakan ketika pertama kali hubungan tersebut dimulai.
Baca juga: Fenomena Relationship Goals
Salah satu rasa insecure yang muncul pada benak sejumlah orang ialah ketakutan akan sedikitnya cinta yang dimiliki pasangan untuknya. Jumlah yang dianggapnya tidak sebesar yang dimilikinya untuk pasangannya. Hingga memunculkan ketakutan pasangannya suatu saat akan meninggalkannya saat tidak perhatian dan fokus hanya padanya. Alhasil, ketika pasangannya memiliki ketertarikan pada hal lain, seperti hobi atau teman-temannya, hal itu dianggap sebagai ancaman bagi hubungan mereka.
Menurut Firestone, pola ini sangat dianjurkan untuk dihindari. Cinta justru harus bisa membuat kedua belah pihak leluasa berkembang dan menjadi diri sendiri bersama orang-orang yang dicintai. Dengan kata lain, cinta memberikan kebebasan kepada kedua belah pihak untuk berkembang. “Cinta bisa mengubah dan menantang seseorang. Tetapi, itu tidak bisa dibatasi, ditampung, atau dikendalikan dengan cara yang sering kita coba agar sesuai dengan format tertentu,” jelas Firestone.
Meski rumit, menjaga diri berada dalam hubungan yang sehat merupakan hal yang sangat penting. Ini karena, cinta bukan hanya berkaitan dengan berbahagia bersama pasangan, tetapi juga memperoleh mentalitas yang sehat untuk mengembangkan diri. So, jangan lupa untuk terus mengevaluasi diri dan hubunganmu, ya Ladies. Dengan begitu, kamu dapat menemukan cara untuk tumbuh dan bereksplorasi bersama pasangan.
Sumber: Psych Alive