Setelah menerima tuduhan melakukan whitewashing, Uniqlo Jepang dikabarkan telah menarik iklan produknya. Iklan tersebut menampilkan sosok fashion asal Amerika Serikat yang berusia 98 tahun dari layar Korea Selatan.
Tindakan whitewashing ini dianggap telah menyinggung sejarah kolonial terkait hubungan antara Korea Selatan dan Jepang. Korea Selatan dan Jepang sama-sama sekutu Amerika Serikat dalam hal demokrasi dan ekonomi pemasaran. Terutama ketika dihadapkan dengan kekuatan Cina dan senjata nuklir Korea Utara. Namun, hubungan ketikanya sangat tegang terkait warisan ekspansionisme Tokyo abad ke-20.
Baca juga: Magic For All: Koleksi Kolaborasi Uniqlo dan Disney untuk Segala Usia
Tidak hanya iklan tersebut, pada iklan terbarunya untuk mempromosikan Uniqlo fleeces, Uniqlo Jepang juga dinilai telah melakukan tindakan serupa. Dalam iklan tersebut, ia memperlihatkan selebriti fashion tua, Iris Apfel, yang tengah mengobrol dengan desainer, Kheris Rogers, 85 tahun lebih muda darinya, terkait gaya berpakaian masa remaja. Pada dialog terakhir, Apfel dengan rambut putihnya mengatakan dengan polos bahwa ia tidak mengingat gaya berpakaiannya saat remaja.
Ucapan terakhir dalam iklan tersebut kemudian diinterpretasikan oleh Uniqlo Korea sebagai pernyataan pihak Jepang terkait tindakannya untuk melupakan hal-hal yang terjadi lebih dari 80 tahun yang lalu, yakni pada tahun 1939. Momen menjelang akhir pemerintahan kolonial Jepang yang dikenal brutal di semenanjung Korea ini memberikan ingatan yang sangat buruk dan sensitif bagi warga Korea Selatan. Seorang pengguna internet di sebuah portal terbesar negara gingseng tersebut, Naver, menyatakan pendapatnya atas ikla tersebut. Ia menyatakan ketidakterimaannya atas ‘olok-olok’ dari Uniqlo Jepang melalui interpretasi dari iklannya tersebut.
“Sebuah negara yang melupakan sejarah tidak akan memiliki masa depan. Kita tidak bisa melupakan apa yang terjadi 80 tahun lalu yang diolok-olok Uniqlo,” tulisnya dalam kolom komentar.
Selain itu, ungkapan “Uniqlo, comfort women”, juga menjadi kalimat yang paling dicari di Naver pada akhir pekan ini dan memicu aksi protes di luar toko-toko Uniqlo pada Senin lalu. Pasalnya, ungkapan ini diinterpretasikan pada para perempuan yang dipaksa menjadi budak seks bagi pasukan Jepang selama Perang Dunia Kedua.
Hal ini membuat Seoul dan Tokyo kini terjebak dalam perdagangan sengit dan pertikaian diplomatik, hingga para konsumen Korea Selatan kemudian melakukan boikot terhadap produk-produk Jepang.
Sebanyak 186 toko Uniqlo di Korea Selatan saat ini menjadi salah satu target profil tertinggi. Smentara untuk penurunan penjualan tampak pada mobil-mobil brand Jepang yang turun hampir sekitar 60 persen year-on-year pada bulan September tahun ini.
Di sisi lain, merespon tuduhan tersebut, perusahaan Uniqlo Jepang menyatakan bahwa teks dalam iklannya dimaksudkan pada kesenjangan usia antara individu dan menunjukkan bahwa baju hangatnya diperuntukkan pada segmen “lintas generasi”. “Iklan ini tidak memiliki niat tersirat apapun tentang pemerintahan kolonial,” ucap salah satu perwakilan Uniqlo pada AFP, Senin lalu. Akan tetapi, untuk mengendalikan upaya kerusakan, pihaknya mengaku telah memutuskan untuk menarik iklan tersebut dari masyarakat.
Sementara itu, meski para analis menambahkan bahwa iklan ini tetap menunjukkan politisasi sejarah yang rumit antara kedua negara, Mantan Wakil Menteri Luar Negeri yang kini mengajar di Universitas Korea, Kim Sung-han, menilai bahwa reaksi masyarakat atas iklan tersebut berlebihan dengan ‘logika yang terlalu melompat’.
“Aku tidak melihat bagaimana komentarnya dapat dikaitkan dengan masalah perempuan penghibur, ini terlalu sensitif,” ujarnya.
Waduh, semoga masalah ini tidak berlarut-larut ya, Ladies…
Sumber: ctvnews.ca