Bila pergi ke Sumatra Barat, rasanya akan kurang kalau belum melihat salah satu landmarrk terbaik mereka bernama menara Jam Gadang. Bangunannya sangat elok dan mencerminkan bahawa inilah kawasan Sumbar yang elok dan megah.
Harus diakui bahwa jam ini mempunyai nilai sejarah sangat tinggi, keindahan arsitekturnya sangat memikat dan mengandung nilai sejarah yang cukup tinggi. Tidak heran bila begitu banyak wisatawan datang ke sini.
Keajaiban Arsitektur Klasik dan Modern Menara Jam Gadang
Menurut sejarahnya, bangunan khas dari Sumatra Barat ini dibangun pada tahun 1926. Di mana dulu awalnya digunakan untuk pusat pemerintahan Kabupaten Agam. Seiring berjalanya waktu, gedung tersebut akhirnya bertransformasi menjadi sebuah museum.
Sebagai museum, tempat ini banyak memaparkan sejarah serta kebudayaan Minangkabau serta kota Bukittinggi. Hal ini menjadi sebuah kabar yang menarik, karena flosofi dari bangunan tersebut seakan terasa pekat.
Hal menarik lainnya yang menonjol adalah menara tersebut mempunyai arsitektur sangat unik. Bukan hanya itu saja, arsitekturnya juga menggabungkan gaya khas Minangkabu yang klasik serta modern.
Pada bagian lengkungannya tampak elegan, hal itu terinspirasi dari tanduk kerbau dan lambang tradisional dari Minangkabau. Pada malam hari, cahaya germerlap lampu di bagian Menara Jam Gadang terlihat memukau.
Harus diakui pemandangannya tampak mengesankan, terlebih di tengah malam yang dingin. Pesonanya benar-benar membuat semua orang akan berhenti sejenak untuk mengabadikan momen.
Keindahan ini bukan hanya untuk dinikmati, tetapi juga diabadikan dalam foto-foto indah. Pengunjung seringkali berfoto di depan jam sebagai latar belakang yang memesona.
Namun, pengalaman sejati ada bagi mereka yang naik ke puncaknya. Dari sana, Anda akan disajikan dengan pandangan luas kota Bukittinggi yang mengagumkan, membuka perspektif baru tentang kecantikan kota ini.
Sejarah yang Memikat
Menara Jam Gadang juga membawa cerita yang menarik dari masa lalu. Dibangun atas inisiatif Bupati Agam, Abdul Hamid Harun, tujuannya adalah menciptakan simbol yang megah bagi Bukittinggi.
Jam raksasa ini, pada awalnya dioperasikan secara manual dengan mesin penggerak berbahan bakar gas. Namun, di era 1970-an, teknologi modern telah mengotomatiskannya, menjalankannya dengan tenaga listrik.
Perjalanan jam ini tidak lepas dari peristiwa bersejarah. Saat Perang Dunia II, Jepang merebutnya dan membawanya ke Jakarta. Namun, setelah kemerdekaan Indonesia, jam tersebut dikembalikan dan terus berfungsi sebagai bagian penting dari Bukittinggi.
Menara Jam Gadang bukan hanya benda mati, tetapi juga simbol keberlanjutan dan perubahan. Pada masa penjajahan Belanda, bentuknya bulat dengan patung ayam jantan di atasnya.
Saat pendudukan Jepang, ia berubah menjadi bentuk klenteng, sebelum akhirnya menjadi ornamen rumah adat Minangkabau ketika Indonesia merdeka.
Dengan diameter 80 cm, denah dasar 13×4 meter, dan ketinggian 26 meter, jam ini menghabiskan biaya pembangunan yang besar, tetapi telah mengukir namanya sebagai markah tanah Bukittinggi.
Akses yang Mudah dan Mengasyikkan
Menuju ke objek wisata ini sebenarnya tidak terlalu sulit, alamatnya ada di Jl. Raya Bukit Tinggi-Payakumbuh, Benteng paser Ateh, Kota Bukit Tinggi. Terletak dalam jangkauan yang mudah dari Bandara Internasional Minangkabau, hanya sekitar 72 km atau sekitar 2 jam perjalanan.
Anda dapat memilih berbagai opsi transportasi yang sesuai dengan gaya perjalanan Anda. Bagi yang mencari kenyamanan, pilihan travel menjadi alternatif yang populer dengan biaya sekitar Rp35.000.
Namun, jika Anda merindukan privasi lebih dan ingin merayakan momen bersama teman atau keluarga, taksi dapat menjadi opsi yang baik. Dengan biaya sekitar Rp250.000, taksi ini memiliki kapasitas untuk 4-5 orang. Siap liburan di Menara Jam Gadang, Ladies?