Peranan penting Taman Ismail Marzuki untuk perkembangan seni dan kebudayaan di Indonesia dinilai terancam. Ini salah satunya karena pembongkaran gedung bersejarah Graha Bhakti Budaya, yang termasuk dalam perencanaan “revitalisasi TIM” yang sedang dijalankan oleh Pemerintah Daerah.
Taman Ismail Marzuki, termasuk di dalamnya gedung Graha Bhakti Budaya merupakan barometer kesenian di Indonesia selama setengah abad. Besarnya peranan dari TIM ini bahkan membuat Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi DKI Jakarta memberi usulan untuk dijadikan cagar budaya. Demi menjaga kelestarian budaya.
Sayangnya, apa yang terjadi justru sebaliknya. Saat seluruh kompleks Taman Ismail Marzuki direkomendasikan untuk menjadi cagar budaya, gedung Graha Bhakti Budaya yang merupakan bagian penting dari gerakan seniman justru dihancurkan.
Gedung yang memiliki sejarah panjang untuk seniman dan budayawan tersebut selama beberapa bulan terakhir sudah melalui proses pembongkaran oleh PT Djakpro atas perintah tertulis Gubernur DKI Jakarta. Graha Bhakti Budaya bukan satu-satunya bangunan utama di Pusat Kesenian Taman Ismail Marzuki (TIM) yang sampat saat ini masih terus dalam proses penghancuran.
Pembongkaran sebagian besar bangunan utama di Pusat Kesenian Taman Ismail Marzuki tersebut berada di bawah program Revitalisasi TIM. Dimana program ini sendiri sudah mendapatkan penolakan dari para seniman, budayawan, dan para aktivis budaya yang telah hidup, berkarya dan turut menciptakan ruh kebudayaan. Mulai dari soal kreasi hingga prestasi, reputasi seni-budaya Jakarta selama kurang lebih setengah abad belakangan.
Selama beberapa bulan terakhir, para seniman sudah aktif melakukan penolakan program Revitalisasi TIM melalui silent movement. Penolakan berlangsung karena tak disertakannya publik seni TIM, sebagai pemangku kepentingan utama Pusat Kesenian, dalam perencanaan Revitalisasi TIM.
PT Djakpro, di sisi lain tetap melakukan pembongkaran bahkan setelah melakukan mediasi dan diskusi oleh DPRD. Proses pembongkaran yang memakan waktu setidaknya 2 tahun ini juga mematikan kesenian dan kebudayaan di TIM. Hilangnya alat, ruang, dan medium, bahkan pendapatan ribuan seniman serta pekerja budaya selama proses Revitalisasi TIM ini disebut oleh Forum Seniman Peduli TIM sebagai “Genosida Kebudayaan”.
Belum lagi adanya rencana untuk pembangunan hotal bintang 5 dengan 7 lantai (yang disebut dengan Wisma) yang menjadikan TIM sebagai kawasan komersil. Satu hal yang bertentangan dengan semangat TIM sebagai pergolakan dan produksi budaya. Hal ini berdasarkan dari Pergub No 63/2019 yang memberi wewenang pada PT Djakpro untuk mengelola TIM.
Forum Seniman Peduli TIM, pada 12 Februari kemarin menyuarakan melalui silent movement untuk menolak 3 hal:
- Menolak pembangunan hotel di TIM
- Menolak PT Djakpro mengelola TIM
- Cabut Pergub Nomer 63 tahun 2019
Pada 14 Februari, Forum Seniman Peduli TIM menggelar silent movement demi mempertahankan marwah Taman Ismail Marzuki dengan aksi seni secara gerilya. Aksi seni yang dilakukan di Taman Ismail Marzuki tersebut antara lain:
- Diskusi Publik “Pemberangusan Ruang Kreatif Kita”.
Pembicara : Danton Sihombing (Ketua Plt. Dewan Kesenian Jakarta), Jhohanes Marbun (Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (MADYA)), Abdulah Wong (Sekjen Lesbumi).
Moderator: Exan Zen
Tempat: Gedung PDS HB.Jasin, Taman Ismail Marzuki
Pukul: 14.00–16.00 WIB. - Musik Puisi Teaterikal “Pertunjukan Terakhir” durasi 15 menit oleh: Cok Ryan Hutagaol (Teater Mandiri), Exan Zen, dan Franciscus Raranta
Tempat: Puing Reruntuhan Gedung Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki
Pukul: 16.00 –16.15WIB. - Konferensi Pers bersama Radhar Panca Dahana, Noorca M.Masardi, Danton Sihombing, Jhohanes Marbun, Haris Priadi Bah
Tempat: Puing Reruntuhan Gedung Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki
pukul: 16.15–17.00 WIB. - Silent Action
Tempat: Trotoar depan Taman Ismail Marzuki
Pukul: 17.00– 18.00 WIB. - #saveTIM Percusion “Bunyi Sebagai Bentuk Perlawanan Terhadap Genosida Kebudayaan”
Tempat: Posko #saveTIM
Pukul: 18.30–22.30 WIB.