Selain Breast Cancer Awareness Day, tanggal 13 Oktober juga diperingai sebagai Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day). Kampanye global International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) mengusung #LoveYourEyes untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan mata. Bayer mendukung kampanye ini, terutama yang terkait pentingnya kesehatan organ penglihatan serta penyakit yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan risiko kebutaan, salah satunya Diabetik Makular Edema (DME).
Dalam virtual media briefing pada Selasa (11/10) pagi, dr. Ari Djatikusumo, Sp.M(K), Ketua II Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) Pusat menjelaskan pentingnya tindakan pencegahan.
“Pasien diabetes perlu melakukan tindakan pencegahan agar tidak mengalami komplikasi pada matanya, salah satunya DME. Bagi pasien DME sendiri harus paham bahwa DME merupakan salah satu penyakit mata yang perlu mendapatkan pengobatan sedini mungkin. Oleh sebab itu, dalam rangka Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day) 2022, seluruh masyarakat diingatkan akan pentingnya kesehatan mata, yang berdampak pada pendidikan, pekerjaan, kualitas hidup, hingga kemiskinan.”
Mewakili seluruh dokter mata di Indonesia dalam PERDAMI, dr. Ari mengajak para stakeholder untuk secara aktif mendukung akses kseshatan mata. “Kami juga sangat mengapresiasi Bayer Indonesia yang berinisiatif untuk aktif melakukan edukasi bersama dengan kami untuk meningkatkan awareness terkait DME.”
Dr. Dewi Muliatin Santoso, Head of Medical Dept. Pharmaceutical Division PT Bayer Indonesia menjelaskan visi Bayer Health for All, Hunger for None yang sejalan dengan komitmen terhadap kesehatan dan kualitas hidup pasien. Bayer pun berupaya memberikan akses ke produk dan layanan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Salah satunya diwujudkan dengan dikembangkannya aplikasi Teman Diabetes untuk memudahkan akses masyarakat melakukan cek kesehatan mata secara mandiri.
Sementara itu Dr. dr. Gitalisa Andayani, Sp.M(K), Dokter Spesialis Mata Konsultan memberi penjelasan lebih jauh mengenai DME.
Menurut dr. Gita, Indonesia saat ini menempati peringkat 5 dunia dengan penderita diabetes terbanyak. “Penderita diabetes tipe 1 dan 2 berisiko menderita DME dan kehilangan penglihatan. Sebanyak 43% pasien diabetes ini memiliki risiko untuk menderita diabetik retinopati dan 26% di antaranya juga memiliki risiko kehilangan pengelihatan. DME merupakan salah satu penyakit mata yang perlu dicegah dengan cara mendapatkan pengobatan sedini mungkin. Oleh sebab itu, dalam rangka Hari Penglihatan Sedunia 2022, seluruh masyarakat diingatkan akan pentingnya kesehatan mata, yang bisa berdampak pada pendidikan, pekerjaan, kualitas hidup, hingga kemiskinan.”
Masih dari pemaparan dr. Gita, DME umumnya diakibatkan oleh keadaan hiperglikemia pada pembuluh darah retina yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama pada penderita retinopati diabetik. Gejala awal DME biasanya diawali dengan penglihatan yang mulai kabur. Kemudian berangsur hilangnya warna kontras yang bisa dikenali mata, sampai akhirnya timbul titik buta.
Penderita DM (diabetes melitus) tipe 1 direkomendasikan untuk melakukan skrining 3-5 tahun setelah terdiagnosis. Sementara untuk DM tipe 2 perlu melakukan screening segera setelah terdiagnosis DM dan dianjurkan untuk melakukan skrining ulang setiap tahunnya.
Dr. dr. Elvioza, Sp.M(K), Dokter Spesialis Mata Konsultan menyatakan, perlu tatalaksana yang tepat untuk DME. “Penanganan terapi DME dapat difokuskan menjadi 2, yaitu kontrol faktor sistemik dan memberikan terapi okuler. Kontrol faktor sistemik bertujuan untuk mencegah retinopati dan progresivitas penyakit dengan cara mengontrol gula darah, tekanan darah dan kadar lemak darah. Sedangkan terapi okuler bertujuan untuk mencegah kehilangan penglihatan dan memperbaiki penglihatan dengan cara terapi anti-VEGF, terapi laser dan steroid,” tutur Dr. Elvioza.
Masih ada banyak tantangan dalam penanganan DME. Di antaranya kurangnya dorongan untuk melakukan skrining dini, biaya terapi yang cukup tinggi, komunikasi yang kurang optimal dari penyedia layanan kesehatan dan pasien terkait biaya dan manfaat obat, dan pasien yang tidak patuh untuk kontrol dan pengobaan rutin.
Walaupun tidak dapat disembuhkan sepenuhnya, pengobatan intensif dapat memberi manfaat dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Penelitian VIVID dan VISTA menggunakan injeksi dibandingkan dengan pengobatan dengan laser. Hasil penelitian menunjukkan bahwa injeksi aflibercept dengan 5 dosis awal memberikan manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan laser. “Selain itu, beberapa bukti dari kondisi nyata sehari-hari juga memberikan kesimpulan yang sama di mana pasien dengan pengobatan dini dan intensif, memberikan perbaikan penglihatan yang lebih baik dibandingkan pengobatan dengan aflibercept yang tidak intensif. Maka dari itu, diharapkan ke depannya masyarakat, khususnya pasien DME, lebih memiliki kesadaran untuk patuh melakukan pengobatan DME,” tutup Dr. Elvioza.