OUR NETWORK

Mengenal Suku Tamiang Dari Adat Istiadatnya yang Masih Berjalan

Suku Tamiang merupakan salah satu penduduk yang mendiami sebuah wilayah di Aceh. Mereka percaya bahwa, nenek moyangnya merupakan warga asli. Walaupun sejarah menceritakan hal berbeda yaitu, imigrasi dari suku melayu.

Keadaan tersebut dibuktikan dengan dialeknya. Bila kamu mendengarkan secara seksama terdengar sangat berbeda, logat suku asli Aceh tidak seperti itu. Tetapi, sampai saat ini masih terus ditelitii, mungkin ada bukti sejarah baru ditemukan.

Suku ini sendiri memiliki dua bahasa tetapi, logat serta dialeknya berbeda. Untuk Tamiang Hulu lebih sering memakai vocal dialek “o”. Sementara, bagi hilir sendiri adalah “e”. Salah satu contohnya adalah, “Nak Kemano”, dan “Nak kemane”.

Rumah Adat Suku Tamiang

Berbicara mengenai rumah adat, bentuknya memang hampir mirip dengan suku melayu yaitu panggung tiang segi empat. Terdapat tiang induk yang jumlahnya mencapai 9 sampai 12. Biasanya, rumah mereka menghadap ke arah barat.

Tetapi, saat letaknya berkdekatan dengan sungai maka, akan dihadapakan ke arah sungai. Warga sekitar percaya kalau melintang akan terjadi hal buruk. Sampai sekarang masih terus berjalan, walau beberapa mulai untur.

Ciri khas yang bisa dilihat dari rumah adat ini adalah menggunakan ukiran-ukiran seperti bentuk dedaunan kayu, bunga, sampai dengan akar merambat. Ada lagi jenis ukuran simetris yang saling tersambung, namanya adalah awan berarak.

Rumah adat Suku Tamiang juga punya sebuah lesung yang berfungsi untuk menumbuk padi. Mereka juga mempunyai kandang ternak, tetapi lokasinya sedikit jauh dari hunian. Sayangnya, ciri khas tersebut perlahan mulai menghilang seiiring masuknya modernisasi dan globalissi.

Keunikan lain yang bisa dilihat adalah jumlah anak tangganya. Cobalah dihitung, pasti jumlahnya ganjil. Hal ini sebagai salah satu isyarat bahwa, warga sekitar masih menjunjung tinggi agama islam sebagai kepercayaan mereka.

Mengenal Suku Tamiang Dari Adat Istiadatnya yang Masih Berjalan
Suku Tamian. Sumber: travelinkindonesia.com

Pakaian Adat dan Kebudayaan Lain

Suku Tamian mempunyai pakaian adat, sebenarnya tidak jauh dari apa yang mereka pakai sehari-hari. Tetapi, ada penambahan beberapa aksesoris, biasanya pakaian tersebut akan digunakan untuk berbagai acara penting seperti pernikahan.

Bagi laki-laki akan memakai celana panjang, sarung, tengkulak serta baju. Untuk perempuan hanya ditambahkan dengan kerudung atau selendang. Perlu diketahui, bagi anak-anak tengkulaknya terlihat berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak memiliki model tidak punya ikat pinggang serta terlihat tidak runcing.

Untuk kainnya sendiri memakai sulam motif pecak rebung serta awan bergerak. Untuk membedakan status sosialnya, menggunakan pola warna. Sebutan untuk pakaian adat laki-laki adalah Linto Baro, sementara bagi perempuan Daro Baro.

Berbicara masalah kebudayaan, masyarakat sekitar masih menjunjung tinggi. Seperti, Troen Bak Tanoeh, upacara ini dilakukan bagi para orang tua yang baru memiliki bayi. Diselenggarakan ketika buah hati berusia 1 sampai 3 bulan.

Bukan hanya itu saja, masih ada lagi yaitu Tari Elang Ngelakak. Menceritakan tentang nasib seorang raja yang nasibnya akan buruk bila mereka mempunyai anak seorang perempuan. Berita in membuat, sang permaisuri mencoba menyelamatkan anaknya dengan menyembunyikannya di atas pohon.

Hanya saja, ada banyak burung elang berdatangan yang membuat raja curiga. Setelah menyuruh anak buahnya melihat dan ternayata ada seorang putri. Belaiu akhirnya membunuhnya, bukan bahagia tetapi, penyesalan dialami.

Raut wajah anak perempuan tersebut sebenarnya membawa keberuntungan. Tetapi, beliau sudah membunuhnya. Dalam tarian ini kamu bisa melihat sebagian besar gerakannya terinspirasi dari burung elang.

Tarian Ula-Ula Lembing

Suku Tamiang juga punya sebuah drama musikal yang di balut dalam bentuk tarian, namanya adalah Ula-Ula Lembing. Menceritakan tentang seorang kisah cinta seorang Pangeran dan kekasihnya yang terhalang restu orang tua.

Hal ini terjadi akibat sang gadis adalah seorang rakyat jelata. Dalam pertunjukannya kamu bisa mendengarkan musik khas Tamiang. Ditarikan oleh lelaki atau perempuan yang jumlahnya kurang lebih 12 orang.

Harus diakui, perubahan adat dar tradisional ke moden memang terjadi di Suku Tamiang. Walau begitu, mereka masih menjunjung tinggi adat dan istiadat, walau tidak semua bisa dilakukan, setidaknya sampai sekarang masih berjalan dengan baik, sehingga menjadi ciri khas ketika pengunjung datang.

Must Read

Related Articles