International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) secara konsisten terus menyuarakan aspirasi terkait peningkatan pelayanan kesehatan. Selain dengan inovasi-inovasi, juga dengan memperluas akses obat-obatan inovatif. Apalagi berdasarkan data terbaru, saat ini Indonesia menempati peringkat terakhir ASEAN, di mana baru 9% obat baru yang diluncurkan selama 9 tahun terakhir.
Ait-Allah Mejri, Ketua IPMG mengatakan bahwa laporan tersebut menyoroti bahwa hanya sekitar 1 dari 10 obat baru yang diluncurkan secara global tersedia untuk pasien Indonesia. “Hal ini perlu mendapat perhatian khusus mengingat akses tepat waktu ke obat-obatan baru dapat menyelamatkan hidup pasien, meningkatkan hasil kualitas kesehatan, dan membantu mengurangi biaya perawatan kesehatan. Juga berkontribusi pada produktivitas ekonomi, dan menjadikan Indonesia tujuan yang lebih menarik untuk investasi dan inovasi masa depan.”
Faktanya hampir 90% masyarakat Indonesia telah mendapat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Namun, jumlah jangkauan JKN tidak cukup untuk mencapai sistem kesehatan berkualitas tinggi. Solusi percepatan adopsi obat-obatan baru di Indonesia sudah ada, tetapi hambatan mendasar untuk mengadopsi well-evidenced innovation tersebut masih harus dipelajari.
IPMG melihat bahwa Indonesia memiliki kesempatan emas untuk mentransformasi layanan kesehatan dengan cara meningkatkan investasinya pada sektor kesehatan. Terlebih lagi pada obat-obatan preventif dan layanan kesehatan primer. Selain itu, perlu diimbangi dengan upaya untuk memperluas akses masyarakat terhadap obat-obatan life-saving dan stand yang dapat mengikuti kemajuan inovasi.
Sementara Dr. Rosa C. Ginting, Ketua Umum Perkumpulan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia (PAMJAKI), berpendapat, “Saat ini perlu dikembangkan suatu pendekatan yang jelas untuk kerja sama antara JKN dan asuransi swasta. Perlu diciptakan produk ‘top-up health insurance’ di JKN yang mencakup kebutuhan layanan kesehatan masyarakat kelas menengah-atas. Hal ini dapat dimulai dengan mengelompokkan produk yang dibatasi atau yang tidak ditanggung oleh BPJS, berdasarkan kualitas dan kuantitas obat. Kemudian juga berdasarkan pilihan Dokter yang ditujukan untuk perorangan atau kelompok.”
IPMG mendukung pembuatan kebijakan berdasarkan bukti klinis yang akan memastikan bahwa pasien mendapatkan pelayanan dan perawatan kesehatan terbaik yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Ait-Allah Mejri menyimpulkan, “Anggota IPMG berkomitmen untuk terus melakukan edukasi dan meningkatkan pengetahuan medis secara berkesinambungan di Indonesia. Komitmen kami ini tentu memerlukan keterlibatan dan dialog terbuka dengan berbagai pihak utamanya Pemerintah, akademisi dan mitra swasta lainnya untuk bisa mendorong pemahaman yang lebih baik terkait inovasi di bidang kesehatan, dan menggambarkan lebih jelas manfaat nilai inovasi ini dalam perimbangan faktor ekonomi kesehatan Indonesia.”