Ladies pernah mendengar mengenai penyakit thalassemia? Nah, kebetulan nih siang (31/5) tadi MeraMuda habis ikutan virtual media briefing. Di sini dibahas lengkap mengenai thalassemia dan cara meningkatkan kualitas hidup pasien. Pertama, perlu dipahami bahwa walaupun tidak menular, thalassemia tidak dapat disembuhkan dan pasien akan bergantung pada obat dan transfusi darah selama sisa hidupnya.
Kepatuhan terhadap pengobatan, dukungan keluarga (caregiver), akses terhadap layanan kesehatan, serta edukasi yang terus-meneris memainkan peranan penting bagi pasien untuk dapat hidup berdamai dengan penyakit thalassemia. Penyandang thalassemia memerlukan perawatan sejak dini dan terapi rutin agar dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik dan memiliki kehidupan yang berkualitas.
Mulia Lie selaku Direktur Pharma PT Kalbe Farma membuka acara dengan menyampaikan komitmen PT Kalbe Farma untuk mendukung kesehatan masyarakat.
Termasuk pada penyakit yang tergolong langka (rare disease) seperti thalassemia. Melalui Gerakan Peduli Thalassemia, Kalbe memiliki tiga visi .Yang pertama meningkatkan kualitas hidup penyintas thalassemia. Kedua, meningkatkan awareness masyarakat terhadap manfaat dan pentingnya donor darah. Dan yang ketiga, meningkatkan awareness masyarakat bahwa thalassemia dapat dicegah. Selain berkolaborasi dengan berbagai stakeholder, Kalbe juga berkolaborasi dengan IDAI UKK Hematologi Onkologi, Yayasan Thalassemia Indonesia, POPTI.
“Komunitas Thalassemia berperan aktif dalam melakukan kampanye ‘Skrining Darah sebelum Berpasangan’ sebagai salah satu upaya memutus mata rantai thalassemia di Indonesia. Tahun ini, dalam rangkaian acara World Thalassemia Day yang juga bertepatan dengan Peringatan HUT YTI-POPTI, kami menggelar acara webinar bertajuk ‘Satu Asa, Satu Tujuan Menuju Zero Kelahiran Thalassemia Mayor’ pada Sabtu, 29 Mei lalu yang diikuti secara virtual oleh penyintas, caregiver thalassemia seluruh Indonesia maupun masyarakat umum.”
dr. Bambang Sudarmanto, Sp.A(K), MARS, Dokter Spesialis Anak Konsultan Hematologi RS Kariadi Semarang pun memberikan pemaparan mengenai thalassemia. “Thalassemia merupakan penyakit keturunan yang didapat dari salah satu atau kedua orang tua. Kelainan penyakit ini terletak pada tidak terbentuknya rantai hemoglobin didalam darah. Berdasarkan atas tidak terbentuknya rantai hemoglobin, Thalassemia terbagi menjadi thalassemia alfa dan thalassemia beta. Anak yang menderita penyakit thalassemia akan mengalami kekurangan kadar hemoglobin (Hb) yang disebut anemia.”
Anemia ini nantinya dapat memengaruhi beragam organ penting seperti otak, jantung, hati, ginjal dan yang lain akan kekurangan oksigen (hipoksia), karena hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen yang dihirup ketika kita bernapas.
Tumbuh kembang, produktivitas belajar, bekerja, dan kualitas hidupnya pun akan terganggu. “Di Indonesia diperkirakan frekuensi pembawa sifat alfa thalassemia mencapai 2.6% -11%, beta thalassemia 3%-10% serta varian lain thalassemia HbE mencapai 1.6%- 33% dari total populasi yang mencapai 256 juta penduduk. Setiap tahun diperkirakan akan lahir 2500 bayi dengan Thalassemia major. Jumlah Thalassemia di Indonesia yang teregisitrasi baru mencapai 9123 (2016). Hal ini disebabkan kemungkinan masih banyak yang belum di laporkan, belum semua RS mampu untuk mendiagnosis thalassemia dengan benar (underdiagnosis) dan lain sebagainya.”
“Saat ini pengobatan thalassemia berupa transfusi darah merah. Pemberian transfuis diberikan pada anak dengan kadar Hemoglobin kurang dari 7gr/dL pada awal diagnosis, dan harus rutin dilakukan dengan rentag waktu 2-4 minggu,” tambahnya. Umumnya setelah 20 kali transfusi darah, anak akan mengalami kelebihan zat besi (iron overload) yang dapat tertimbun di organ-organ penting penting tubuh. Karena itu, kelebihan zat besi ini harus dikeluarkan dari tubuh dengan memberikan pengobatan kelasi besi. Selain kepatuhan dalam mengonsumsi obat, edukasi mengenai dampaknya jika tidak mengonsumsi rutin, serta asupan nutrisi dan vitamin juga sangat penting. dr. Bambang juga menekankan untuk melakukan screening thalassemia guna mendapatkan data awal yang idealnya dilakukan sebelum menikah. Dari hasil screening, nantinya akan dapat dilakukan konseling genetik yang lebih mendalam.
Sementara itu, Ruswandi, Ketua Perhimpunan Orangtua Penyandang Thalassemia Indonesia (POPTI) dan Yayasan Thalassemia Indonesia (YTI) mengatakan bahwa terdaat 10.647 penyandang Thalassemia yang tersebar di seluruh Indonesia.
Jawa Barat menjadi daerah terbanyak penyandang thalassemia dengan jumlah 4.164 orang. Menurutnya, hambatan yang dialami para penderita thalassemia di Indonesia antara lain dari aspek perawatan berupa kurangnya pengadaan darah di RS, rujukan bagi pasien yang hanya berlaku selama 3 bulan, dan masih kurangnya jumlah Unit Thalassemia di Indonesia. Beragam hambatan ini dapat menyebabkan menurunnya kondisi pasien, belum lagi jika sudah datang ke RS dengan kondisi yang lemah.
Namun, ia menghimbau agar penyandang thalassemia berbesar hati dan selalu optimis dan bersemangat. Imbauan ini diamini oleh dr. Bambang yang menyampaikan bahwa penyandang thalassemia dapat hidup selayaknya anak-anak normal lainnya, asalkan mengikuti anjuran dari dokter.