OUR NETWORK

Kelola Diabetes dan Dislipidemia untuk Menurunkan Risiko Komplikasi Penyakit Jantung

Komplikasi kardiovaskular dapat disebabkan oleh beberapa faktor, Ladies. Misalnya pengelolaan diabetes dan dislipidemia. Dalam virtual press conference Kamis (12/8) pagi, MeraMuda mendapat penjabaran mengenai pentingnya pengelolaan diabetes dan dislipidemia. Yuk, simak bareng-bareng!

Diabetes dapat secara signifikan meningkatkan berbagai risiko berbagai masalah kardiovaskular seperti penyakit jantung koronor, stroke, dan penyakit arteri perifer. Sedangkan dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida, dan penurunan kadar HDL. Dislipidemia dikenal sebagai salah satu penyebab terjadinya penyakit kardiovaskular. Pengelolaan dislipidemia sebaiknya tidak hanya mengendalikan kadar lipid, tapi juga faktor metabolik lain seperti hipertensi, diabetes, dan obesitas.

dr. Syahidatul Wafa, Sp.PD

Ketua The 17th Jakarta Endocrine Meeting (JEM) 2021, dr. Syahidatul Wafa, Sp.PD mengatakan, “JEM 2021 yang diselenggarakan 14-22 Agustus 2021 oleh Divisi Metabolik Endokrin Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSCM. Tema yang diangkat yaitu The Collaborative Approach in Endocrine Disorder and Conundrum in Covid-19 Era: Learn from Recent Evidences.”

JEM ke-17 menargetkan sebanyak 500-800 peserta dari kalangan doker. Kalangan media juga dapat berpartisipasi dalam JEM Journalistic Award yang dimulai hari ini dan akan diumumkan pada Jakarta Diabetes Meeting 2021 pada bulan November mendatang.

Dr. dr. Tri Juli Edi Tarigan, Sp.PD, KEMD

Dalam kesempatan yang sama, Dr. dr. Tri Juli Edi Tarigan, Sp.PD, KEMD, Ketua Divisi Endokrin Metabolik dan Diaetes, Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSCM memberikan pemaparan. “Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL), peningkatan kadar trigliserida serta penurunan High Density Lipoprotein (HDL).”

Berdasarkan National Cholesterol Education Program Adult Panel III (NCEP-ATP III) seseorang dikatakan memiliki kadar lipid abnormal apabila terjadi peningkatan kolesterol total (≥240 mg/dl), peningkatan kadar kolesterol LDL (≥160 mg/dl), kadar kolesterol trigliserida (>200 mg/dl), atau rendahnya kadar kolesterol HDL (<40 mg/dl).

Pemeriksaan profil lipid rutin sangat dianjurkan pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner, Diabetes Mellitus, aterosklerosis pada pembuluh darah manapun, keadaan klinis yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik. Di Indonesia sendiri, prevalensi dislipidemia yang didefinisikan sebagai kolesterol total ≥160 mg/dl adalah sekitar 36% (33,1% pada laki-laki dan 38,2% pada perempuan berusia ≥25 tahun). Pasien dengan

Diabetes memiliki peningkatan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular hingga 2-4 kali lipat dan peningkatan kematian 1,5-3,6 kali lipat kematian akibat komplikasi penyakit ini. Sebagian besar penyakit kardiovaskular pada diabetes diakibatkan penyakit kardiovaskular aterosklerotik yang semakin meningkat setiap tahunnya.

Dr. dr. Tri Juli mengatakan, “Pengelolaan Dislipidemia memerlukan strategi yang komprehensif yang tidak hanya mengendalikan kadar lipid namun juga faktor metabolik lainnya seperti hipertensi, diabetes dan obesitas. Pengobatan terdiri dari terapi non farmakologis seperti aktivitas fisik, nutirsi, penurunan berat badan, dan berhenti merokok, serta terapi farmakologis melalui obat anti lipid.” Ia juga menyarankan aktivitas fisik berupa jalan cepat, bersepeda statis, atau berenang setidaknya selama 30 menit sebanyak 4 hingga 6 kali dalam seminggu. Diet yang disarankan adalah diet rendah kalori yang terdiri dari buah-buahan dan sayuran, biji-bijian, ikan, dan daging tanpa lemak, serta membatasi asupan lemak jenuh, lemak trans, dan kolesterol.

Dr. dr. Wismandari Wisnu, Sp.PD,KEMD

Sementara Dr. dr. Wismandari Wisnu, Sp.PD, KEM, Ketua Jakarta Diabetes Meeting 2021 menjelaskan bahwa diabetes juga memerlukan penanganan tepat. “Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018 mencatat prevalensi Diabetes Melitus menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018. Angka ini menunjukkan bahwa baru sekitar 25% penderita diabetes yang mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes. Prevalensi Diabetes Melitus (DM) pada penduduk berusia ≥15 tahun mencapai 10,9%. Angka tersebut hampir meningkat dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir.”

Secara sederhana, diabetes mengacu pada sekelompok penyakit yang memengaruhi bagaimana tubuh menggunakan gula darah atau glukosa.

Diabetes dibagi menjadi dua, yaitu Tipe 1 dan Tipe 2. Tipe 1 terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menghancurkan sel penghasil insulin. Sedangkan pada DM tipe 2, tubuh tidak bisa menggunakan insulin secara normal dan pada akhirnya pankreas akan mengalami kegagalan dalam menghasilkan insulin. Penyakit kardiovaskular sendiri merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi pada penderita diabetes. Karena seorang penderita diabetes dua kali lebih mungkin menderita penyakit jantung atau stroke daripada seseorang yang tidak menderita diabetes.

“Salah satu terapi utamanya adalah Insulin. Tahun 2021 merupakan tahun yang bertepatan dengan 100 tahun ditemukannya insulin. Penggunaan insulin pada pasien dengan Diabetes memiliki peran yang sangat penting, khususnya ketika penggunaan obat-obatan tidak lagi memberikan respons yang adekuat untuk mengontrol gula darah atau kondisi khusus pada penyakit akut, tindakan pembedahan, atau kehamilan,” lanjut dr. Wismandari.

Diabetes seringkali tidak menimbulkan gejala dan baru terdeteksi setelah terjadi komplikasi. Namun, gejala lainnya dapat berupa badan terasa lemah, kesemutan, gatal, pandangan kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan gatal di kemaluan pada wanita. Selain itu, perlu diperhatikan juga faktor risiko diabetes seperti riwayat keluarga dengan diabetes, umur, riwayat melahirkan bagi dengan BB lahir lebh dari 4.000 gram, dan masih banyak lagi, Ladies.

Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan antara lain mengatur pola makan, meningkatkan aktivitas fisik dan latihan jasmani, menghentikan kebiasaan merokok, dan pada kelompok dengan risiko tinggi diperlukan intervensi farmakologis.

Must Read

Related Articles